spot_img

INSULIN : KISAH DI BALIK OBAT BIOTEKNOLOGI PERTAMA DI DUNIA – DARI PANKREAS BABI KE BAKTERI E. COLI

Berikut tulisan Bambang Priyambodo mengenai Insulin

[sg_popup id=”11931″ event=”inherit”][/sg_popup] Pada suatu hari yang dingin membeku di awal tahun 1978, DR. DENNIS KLEID – salah seorang scientist dari Genentech, Inc., diundang untuk mengunjungi pabrik pembuatan Insulin, Eli Lilly di Indianapolis, Indiana – Amerika Serikat. Di depan pintu masuk pabrik yang didirikan oleh Kolonel Eli Lilly, seorang Apoteker dan veteran perang sipil Amerika Serikat pada tahun 1876 tersebut, ia tertegun melihat deretan panjang truk – truk besar yang mengangkut pankreas babi beku yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat Insulin. Di pabrik tersebut, 8.000 pounds (sekitar 3.600 kg) pankreas yang berasal dari sekitar 23.500 ekor babi diekstraksi dan diolah untuk menghasilkan 1 pounds (sekitar 0,450 kg) Insulin. Pada saat itu, dalam 1 tahun saja, pabrik ini membutuhkan tidak kurang 56.000.000 ekor babi untuk memenuhi kebutuhan insulin pagi penderita penyakit diabetes di Amerika Serikat saja. Dan setiap tahun, tuntutan akan produksi insulin kian meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes di negara tersebut.

Dr. Dennis Kleid yang memperoleh gelar post doktoral dalam bidang Kimia Bio-Organik dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan post doktoral dalam bidang Biologi Molekuler dari Harvard University, adalah salah satu dari 12 orang pegawai dari sebuah perusahaan bioteknologi yang saat itu baru “seumur jagung”, tepatnya didirikan pada tahun 1976 oleh seorang anak muda brilian yang baru berusia 29 tahun – yang saat itu sedang menjadi pengangguran, ROBERT “BOB” SWANSON. Tidak ada satu pun orang yang menyangka, perusahaan yang pada saat awal didirikan “hanya” bermodalkan uang $ 1.000 (sekitar Rp. 15 juta) saja ini dalam waktu yang sangat singkat, tiba-tiba menjelma menjadi sebuah “raksasa” dan menjadi pioneer bagi perkembangan teknologi pembuatan obat serta menjadi tonggak sejarah dalam peradaban umat manusia. Dan Dr. Kleid adalah salah seorang dari “penulis sejarah” tersebut.

PEMUDA PENGANGGURAN DAN PROFESSOR BIOKIMIA “PENGUBAH WAJAH DUNIA”

Robert A. (Bob) Swanson, lahir di Brooklyn, New York pada tahun 1947, lulus sarjana kimia pada tahun 1970 dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan memperoleh gelar Master dalam bidang Management dari MIT Sloan of Management di tahun yang sama. Setelah lulus, Bob Swanson diterima bekerja di Citibank di mana dia mengelola sebuah group investasi modal ventura, hingga dipercaya sebagai Kepala Cabang Citicorp di San Francisco. Pada tahun 1974, Swanson pindah ke sebuah perusahaan investasi bernama Kleiner & Perkins, sebagai seorang “Associate”. Tugasnya adalah mencari pendanaan untuk kemudian ditempatkan pada perusahaan skala kecil dan menengah. Namun demikian, sebuah “kesalahan” menyebabkan Swanson harus kehilangan pekerjaannya. Kesalahan tersebut bermula dari ketertarikan Swanson terhadap sebuah perusahaan berbasis science (science company) bernama CETUS, yang sedang mengembangkan sebuah teknologi baru dalam bidang “genetic recombinant”. Swanson sangat yakin bahwa teknologi terbaru ini akan memiliki masa depan yang sangat cerah sehingga hampir seluruh waktu dan tenaganya dicurahkan agar project yang dipegangnya tersebut sukses. Selama hampir 2 tahun, Swanson berusaha untuk meyakinkan para investor terhadap masa depan perusahaan ini. Namun, tidak ada satu pun investor yang percaya terhadap proposal yang diajukan oleh Swanson. Akhirnya, setelah proses panjang yang memakan waktu berbulan-bulan, pada akhir tahun 1975, management Kleiner & Perkins menganggap pekerjaan Swanson sia-sia dan mempersilahkan Swanson untuk keluar dari perusahaan tersebut. Bob Swanson pun harus kehilangan pekerjaannya dan secara resmi menyandang status baru sebagai “pemuda pengangguran”.

Meskipun sudah resmi menyandang predikat sebagai “pengangguran”, ketertarikan Bob Swanson terhadap teknologi DNA rekombinan tidak pernah luntur. Hal inilah yang kemudian mempertemukannya dengan seorang scientist sekaligus Professor Biokimia dari Universitas California, Amerika Serikat yang merupakan pioneer teknologi DNA Recombinant, PROF. HERBERT BOYER yang saat itu sedang melakukan penelitian mengenai “rekayasa genetic” dari sebuah bakteri dengan menggunakan “restriction enzymes” sebagai “gunting”. Bob Swanson dan Prof. Boyer bertemu di laboratorium tempat Prof. Boyer bekerja di kampus UC, San Fransisco, dan setelah kurang dari 3 jam bicara keduanya sepakat untuk membuat sebuah “perusahaan” yang akan membawa hasil penelitian Prof. Boyer agar bisa dipasarkan. Masing – masing dari mereka menyetor uang $ 500 (sekitar Rp. 7,5 juta) sebagai “modal awal” dari perusahaan yang kemudian diberi nama “GENENTECH INC”. Status Bob Swanson pun secara resmi berubah dari seorang “pemuda pengangguran’ menjadi seorang “CEO” sebuah perusahaan dengan modal $ 1.000 (sekitar Rp. 15 juta).

Dengan modal $ 1.000 ini, Swanson kemudian membuat proposal dan menawarkannya kepada investor. Produk “jualan” Swanson adalah sebuah “senyawa obat baru” yang saat itu masih dalam tahap pengembangan oleh Prof. Boyer, yaitu SOMATOSTATIN, yang juga dikenal dengan nama “Growth Hormone-Inhbiting Hormone” (GHIH). Sebuah “product” yang kelak di kemudian hari menjadi “cikal-bakal” dari banyak produk-produk “blockbuster” yang merajai “peta persilatan” industri farmasi dunia dan “mengubah” arah perkembangan penemuan senyawa obat baru. Salah satu investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya adalah Kleiner & Perkins, perusahaan investasi di mana Swanson sebelumnya pernah dipecat sebagai karyawan. Kleiner & Perkins setuju untuk membiayai project dari Genentech dan menjanjikan modal sebesar $ 100.000 (sekitar Rp. 1,5 Milyar) jika Swanson dan teamnya mampu mensintesis senyawa Somatostatin. Modal tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk 20.000 lembar saham, sementara Swanson dan Prof. Boyer masing – masing memperoleh 25.000 lembar saham. Karena belum punya kantor, apalagi laboratorium penelitian yang memadai, Bob Swanson dan Prof Boyer menggunakan fasilitas laboratorium UC sebagai “markas besar” mereka dengan perjanjian akan berbagi keuntungan apabila senyawa yang mereka hasilkan berhasil dipasarkan. Dengan modal ini pula, Swanson kemudian merekrut beberapa scientist di antaranya adalah kolega Prof. Boyer, yaitu Dr. Arthur Riggs dan Dr. Keiichi Itakura dari Beckman Research Institute yang untuk pertama kali dalam sejarah mereka sukses “menyisipkan” gen manusia ke dalam plasmid bakteri sehingga menghasilkan sebuah senyawa baru. Pada tahun 1977, akhirnya Genentech mengumumkan keberhasilan mereka memproduksi “Hormon Somatostatin”, sebuah produk “rekayasa genetik” pertama di dunia yang diproduksi dari bakteri dan berhasil memperbanyak dengan teknologi cloning sel. Namun penemuan ini belum berarti apa-apa, karena produk yang mereka temukan pemanfaatannya di bidang medis masih sangat terbatas. Bob Swanson kemudian mengarahkan “moncong” senjatanya pada sebuah obat yang saat itu memiliki potensi pangsa pasar yang sangat besar, yaitu INSULIN. Saat itu SATU-SATUNYA metode pembuatan Insulin adalah dengan cara ekstraksi dari pankreas babi (porcine Insulin) sehingga banyak muncul reaksi alergi. Problem lain dari porchine Insulin ini adalah “kemurnian” produk Insulin karena sulitnya proses purifikasi selama proses produksi. Upaya untuk membuat sintesis Insulin seperti yang dilakukan oleh banyak scientist hingga saat itu, seperti yang dilakukan oleh para ahli dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat dan RWTH Aachen University, Jerman masih belum memberikan hasil yang menggembirakan. Pangsa pasar insulin sendiri pada saat itu, tidak kurang dari $ 100 juta (sekitar Rp. 1,5 trilyun) dan terus bertumbuh karena jumlah penderita yang terus meningkat.

Untuk mewujudkan ambisinya, Bob Swanson kemudian merekrut beberapa scientist lain untuk bergabung dengan perusahaan yang kemudian bermarkas di sebuah gudang sewaan seluas 10.000 ft2 (sekitar 1.000 m2) di South San Francisco, California. Dua di antaranya adalah Dr. Dennis Klied dan seorang “jenius” dalam bisang rekayasa genetik, David Goeddel. Dan sore itu, Dr. Kleid berdiri tepat di pintu masuk Industri Farmasi yang memberikan tantangan kepada team scientist dari Genentech untuk bisa memproduksi Insulin dengan menggunakan teknologi rekayasa genetik atau DNA recombinant. Perusahaan tempat mereka bekerja saat itu, yaitu Genentech, tengah “bersaing” dengan sebuah team dari Universitas Harvard dan Universitas California yang didukung dengan berbagai peralatan canggih untuk mendapatkan kontrak senilai $ 150 juta (Rp. 2,250 Trilyun) dari “raksasa” farmasi Eli Lilly yang akan memproduksi dan memasarkan obat tersebut secara komersial.

Keberhasilan mensintesa SOMATOSTATIN membuat team scientist dari Genentech sangat percaya diri mampu untuk membuat senyawa human insulin secara sintetik. Namun ternyata, proses pembuatan Insulin tidak semudah yang mereka bayangkan. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Dr. Kleid dan team adalah yield (rendemen) yang kurang memuaskan. Waktu terus berjalan… Eli Lilly, sang produsen utama Insulin di Amerika serikat pun menjadi hilang kesabaran. Mereka bahkan kemudian menjalin kerja sama dengan Harvard University dan University of California yang telah berhasil membuat insulin yang berasal dari tikus. Dengan dukungan peralatan dan tenaga ahli yang jauh lebih lengkap, persaingan Genentech dengan para ilmuwan dari kedua universitas beken tersebut bisa diibaratkan pertarungan antara seorang David (sendirian) melawan sekumpulan raksasa Goliath… Dan tidak seorang pun percaya, perusahaan yang baru “seumur jagung” ini mampu menandingi kedigdayaan raksasa-raksasa Harvard dan UC, San Fransisco.

Team scientist Genentech yang terdiri dari Prof. Boyer, Dr. Roberto Crea, Dr. Arthur Riggs dan Dr. Keiichi Itakura yang kemudian diperkuat dengan Dr. Dennis Kleid dan Dr. David Goeddel bererja dengan sangat keras, siang dan malam, bahu-membahu untuk bisa mewujudkan impian mereka untuk pertama kali menciptakan Insulin secara sintetis. Hampir 24 jam mereka bekerja. Dr. Kleid menceritakan bahwa ia dan “si jenius” Dr. Goeddel harus “nglaju” dari rumah mereka di Bay Area, San Fransisco menuju Lab mereka yang masih “numpang” di Laboratorium milik yayasan “The City of Hope Medical Center”, Los Angeles yang berjarak lebih dari 600 KM. Bertemu dengan keluarga dan teman, adalah hal yang “mewah” bagi mereka. “Dave adalah orang pertama yang datang di lab, dan saya adalah orang terakhir yang meninggalkan lab.”, kenang Dr. Kleid dalam laman web resmi Genentech. Mereka mendapat tekanan yang sangat luar biasa. Insulin, adalah satu-satunya “tiket” yang mereka punya agar bisa keluar dari tekanan yang sangat luar biasa tersebut. Gagal mendapatkan Insulin, maka akan tamat pula riwayat Genentech.. Dan juga berarti tamat pula riwayat karier mereka…

Beda dengan Somatostatin yang telah sukses mereka sintesis, Insulin memiliki 51 asam amino, terdiri dari 30 asam amino polipeptida-A dan 21 asam amino polipeptida-B. Sedangkan Somatostatin hanya memiliki 14 asam amino saja. Susunan struktur asam amino Insulin juga jauh lebih kompleks dibanding dengan Somatostatin. Keterbatasan waktu dan juga biaya, membuat mereka tidak boleh melakukan SATU PUN kesalahan yang bisa berakibat gagalnya project ini. Lagi – lagi Dr. Kleid mengenang, “Setiap kali saya melihat Tiger Woods, saya berpikir tentang Dave Goeddel. Dia adalah orang yang sangat berkonsentrasi penuh, setiap pukulan yang dia lakukan haruslah pukulan terbaik sepanjang hidupnya. Sekali saja pukulan tersebut meleset, tamatlah riwayat kami”, kenang Dr. Kleid.

Akhirnya…. Pada tanggal 21 Agustus 1978, Dr. Goeddel berhasil menyusun 2 untai rangkaian asam amino dari kedua Polipeptida tersebut menjadi 1 molekul dari “potongan” gen bakteri E. Coli yang “disisipi” gen manusia dengan teknologi Plasmid, maka jadilah : HUMAN INSULIN.. Produk bioteknologi PERTAMA di dunia pun telah lahir….

Ini adalah peristiwa yang sangat “monumental”. Tidak hanya bagi Genentech tapi juga bagi dunia kedokteran dan kefarmasian, bahkan mungkin juga bagi “peradaban” umat manusia. Penemuan monumental ini juga merupakan penanda dimulainya sebuah ERA yang hingga saat ini masih terus berlangsung dalam teknologi penemuan senyawa obat, yaitu Era Bioteknologi….

Setelah diperoleh jumlah insulin sintetik yang cukup, Eli Lilly kemudian melakukan serangkaian uji klinis sebagai persyaratan untuk mendapatkan ijin edar dari US-FDA. Dan seperti yang diperkirakan, hasil uji klinis diperoleh kesimpulan yang amat sangat menggembirakan. Human Insulin sintetik yang mereka buat tidak saja amat sangat mirip dengan insulin manusia asli, namun juga menghilangkan semua resiko alergi yang biasanya terdapat pada porcine atau bovine Insulin… Dan akhirnya, hanya dalam waktu 4 tahun setelah penemuan monumental tersebut, pada tahun 1982 US-FDA MENYETUJUI human insulin sintetis tersebut untuk dipasarkan dengan merek dagang HUMULIN®. Jutaan penderita diabetes terselamatkan nyawanya.. Penemuan ini juga telah “menyelamatkan” jutaan babi setiap tahunnya dari “pembantaian” karena tidak jadi diambil pankreasnya…

Hingga saat ini, meskipun masa paten obat ini sudah habis pada tahun 2000 yang lalu, HUMULIN masih menjadi andalan atau Blockbuster sebagai penyumbang pendapatan terbesar dari Eli Lelly. Selama tahun 2016, produk ini menghasilkan pendapatan tidak kurang dari $ 1.366 juta (sekitar Rp. 20 Trilyun) ke kantong Ely Lilly, sementara pada tahun 2015, produk ini terjual senilai $ 1.307 juta (Rp. 19,6 Trilyun) di seluruh dunia, menjadikannya obat bioteknologi “blockbuster” sepanjang masa..

DARI MODAL $ 1.000 MENJADI “RAKSASA” INDUSTRI FARMASI DUNIA

Kesuksesan Human Insulin, produk pertama Genentech yang lisensi produksi dan penjualannya “dibeli” oleh Eli Lily, membuat Bob Swanson sangat percaya diri untuk terus mengembangkan obat – obat berbasis bioteknologi. Sejumlah “kandidat” obat – obat baru, sudah siap untuk dikembangkan antara lain, Vaksin Hepatitis B, Hormon Thymosin, Interferon, dan lain – lain.

“Berkaca” dari pengalaman kerja-sama dengan Eli Lily, Bob Swanson memutuskan untuk mencari pendanaan sendiri dengan cara menjual saham perusahaan tersebut ke publik (go publik). Akhirnya pada tanggal 14 Oktober 1980, untuk pertama kali Genentech menawarkan sahamnya ke publik (Initial Public Offering/IPO). Tidak dinyana, sambutan pasar sangat luar biasa… Genentech berhasil meraup dana segar sebesar $ 35 juta (sekitar Rp. 525 Milyar) yang merupakan IPO TERBESAR sepanjang sejarah pasar modal Amerika Serikat saat itu..

Dengan modal sedemikian besar, Bob Swanson dan team Scientistnya terus mengembangkan obat – obat canggih berbasis DNA recombinant. Pada tanggal 18 Oktober 1985, US FDA menyetujui penjualan produk PROTROPIN®, merek dagang dari The Human Growth Hormone (HGH) PERTAMA di dunia produksi dari Genentech. Dalam waktu 2 dasawarsa, produk yang diindikasikan untuk anak-anak yang mengalami kekurangan hormon pertumbuan ini sukses terjual lebih dari $ 2 Milyard (sekitar Rp. 30 Trilyun). Pada tahun 1987, sebuah produk Interferon gamma 1b dengan merek dagang ACTIMUNE® juga sukses dipasarkan. Dan masih buuuanyak lagi produk – produk INOVATIVE, seperti NUTROPIN (recombinant somatropin), RITUXAN (rituximab – obat Non-Hodgkins Lymphomas untuk arthritis rheumatoid), HERCEPTIN (trantuzumab – obat kanker payudara PERTAMA dengan teknologi Monoclonal Anti Body), AVASTN (bevacizumab – Obat kanker usus), TARCEVA (Erlotinib – Obat kanker tenggorokan) dan lain – lainnya yang lahir dari industri farmasi yang pada awal berdirinya “nebeng” di fasilitas laboratorium kampus University of California ini…

Setelah kesuksesan peluncuran obat Interferon pertama tahun 1996, Bob Swanson – sang pemuda pengangguran yang merintis dan membangun Genentech hingga menjadi “raksasa” yang sangat disegani oleh lawan maupun kawan ini pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO Genentech karena kesehatannya yang terus memburuk akibat kanker otak yang dideritanya. Pria cerdas nan brilian ini meninggal dunia pada usia 52 tahun pada tanggal 6 Desember 1999.

Pada bulan Maret 2009, Genentech kemudian diakuisisi sepenuhnya oleh “raksasa” farmasi dari Swiss, ROCHE yang kemudian tercatat sebagai akuisisi TERBESAR sepanjang sejarah, $ 46,8 Milyard atau sekitar Rp. 702 Trilyun untuk sisa 40% saham Genentech (60% saham lainnya juga dimiliki oleh Roche). Jika digabungkan, nilai saham Genentech saat itu tidak kurang dari $ 177 Milyard atau senilai Rp. 1.750 TRILYUN (Seribu tujuh ratus lima puluh trilyun rupiah).. Semuanya berawal dari kenekatan seorang “pemuda pengangguran” dan modal $ 1.000..

Dr. Dennis Kleid saat ini masih hidup dan menghabiskan masa tuanya bersama keluarganya di Hawaii.. Ini akun Facebook beliau :

https://www.facebook.com/dennis.kleid

Sungguh sebuah kisah yang sangat luar biasa….

#KisahInsulin
#ObatBioteknologiPertama
#KisahIndustriFarmasiDunia
.

Gambar mungkin berisi: satu orang atau lebih, orang duduk dan dalam ruangan
Gambar mungkin berisi: teks
Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
Tidak ada teks alternatif otomatis yang tersedia.
https://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini