Perkembangan teknologi secara global berpengaruh juga ke dunia farmasi, khususnya manufaktur farmasi. Contohnya adalah FTIR untuk pemeriksaan non destruktif pada produk antara obat, sistem informasi perusahaan /ERP perusahaan, RFID (Radio-frequency identification) dan juga 3D print. Dalam kesempatan ini saya akan membahas aplikasi RFID dan 3D print dalam industri farmasi.
RFID (Radio-frequency identification )

Menurut wikipedia RFID Identifikasi Frekuensi Radio adalah sebuah metode identifikasi dengan menggunakan sarana yang disebut label RFID atau transponder untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Label atau kartu RFID adalah sebuah benda yang bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID berisi informasi yang disimpan secara elektronik dan dapat dibaca hingga beberapa meter jauhnya. Sistem pembaca RFID tidak memerlukan kontak langsung seperti sistem pembaca kode batang (bahasa Inggris: barcode). Jadi keunggulan RFID adalah dapat membaca label dalam jarak beberapa meter TANPA perlu kontak langsung dengan labelnya, berbeda dengan barcode atau QR code yang mengharuskan scanner tegak lurus. Jadi misal label lolos uji dalam box terletak dibawah box, asal box tersebut melewati gate RFID pasti terbaca. Di dalam label bisa kita masukkan informasi-informasi yang cukup banyak misalnya nomer bacth, maufacturing date, letak koordinat dalam gudang dan lain-lain. Dapat dilihat aplikasi RFID dalam pergudangan farmasi pada video dibawah ini:
3D Print
Beberapa tahun ini sedang berkembang 3D print, digunakan untuk mencetak berbagai material. Material didesain di dalam komputer kemudian dicetak dalam bentuk 3 dimensi. Revolusi ini memungkinkan pabrik farmasi dapat membuat komponen-komponen kecil sparepart untuk mesin dalam jumlah, bentuk sesuai kebutuhan pabrik. Misalnya, terdapat bagian mesin yang bekerja menggunakan seal plastik.

Dari 5 seal terdapat 1 seal rusak, pabrik tinggal mendesain seal existing untuk dicopy dan dicetak 3 D. Pabrik hanya perlu membuat 1 seal saja atau sesuai kebutuhan. Dibandingkan dengan membeli ke supplier dimana harus ada minimum order, misal minimum order 10 seal. Selain harganya akan kena lebih mahal juga akan memperberat inventory dimana 9 seal yang tidak terpakai menjadi beban inventory. Belum waktu pengiriman, administasi membuat purchase order kemudian membayar pajak dan lain-lain. Info yang saya dapat harga 3D Print ini juga tidak terlalu mahal tidak kurang dari 20 juta rupiah untuk skala kecil (belum harga material “tinta”). Sayangnya di Indonesia belum banyak supplier yang menjualnya.

Untuk aplikasi pada sediaan sendiri 3D print sudah disetujui oleh FDA pada bulan Agustus 2015. Printing 3D lapis per lapis dapat memproduksi produk obat secara 3D. Selama ini pembuatan obat padat (tablet) dengan penimbangan, granulasi dan pencetakan. Proses ini sudah dikuasai oleh perusahaan farmasi akan tetapi membutuhkan waktu yang lama. Adanya 3D print memungkinkan perusahaan farmasi membuat sedikit obat untuk percobaan. Perusahaan dapat membuat model tablet dengan modifikasi lapis per lapis untuk mengatur pelepasan obat. Akan tetapi aplikasi ini belum digunakan secara luas di industri farmasi karena berbagai kendala misalnya, bahan apa yang digunakan untuk mencetak lapis-lapis tersebut dan sesuai dengan karakteristik tablet? Biasanya 3D print digunakan untuk membuat prototipe alat kecil dimana sejenis plastik dilelehkan dalam mesin kemudian dicetak berbentuk 3D. Bagaimana dengan obat tablet?apakah menggunakan sejenis plastik juga?saya rasa tidak, karena dalam obat terutama untuk modified release terdiri dari beberapa bagian seperti zat aktif, adherent/glidant, filler, pH modifier dan lain-lain. Setahu saya zat-zat peyusun tablet tersebut tidak bisa dilelehkan dan dicetak secara 3D. Nampaknya aplikasi 3D dalam membuat sediaan farmasi akan terus berkembang sampai titik dimana akan bisa diaplikasikan.
Sumber:
- James Norman, Rapti D. Mudarawe, Christine M.V. Moore,Mansoor A. Khan, Akm Khairuzzaman, A new chapter in pharmaceutical manufacturing: 3D-printed drug products, Advanced Drug Delivery Reviews (2016), doi:
10.1016/j.addr.2016.03.001
Semoga Bermanfaat
Salam
M. Fithrul Mubarok, S.Farm.,Apt