Apa itu Obat Tradisional ?

Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan. Jamu adalah salah satu jenis obat tradisional. Penandaan obat tradisional harus benar dan sesuai ketentuan agar tidak dilarang atau ditarik oleh BPOM, yang menimbulkan kerugian.

Jamu adalah salah satu jenis obat tradisional yang terbuat dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Jamu telah digunakan secara turun-temurun sebagai pengobatan tradisional. Penting untuk dicatat bahwa pada jamu, klaim khasiat tidak boleh menggunakan istilah farmakologi/medis. Contoh jamu bermerek termasuk Enkasari, batugin, Kuku Bima, Pegal Linu, Gemuk Sehat, Tolak Angin, Tuntas, dan lain sebagainya.

obat tradisional

Pada jamu tidak boleh ada klaim khasiat menggunakan istilah farmakologi/medis seperti jamu untuk hipertensi, jamu untuk diabetes, jamu untuk hiperlipidemia, jamu untuk TBC, jamu untuk asma, jamu untuk infeksi jamur candida, jamu untuk impotensi.

Jenis Obat Tradisional

Menurut BPOM, obat tradisional di Indonesia secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  • Jamu. Obat tradisional yang berbahan dasar tumbuhan yang diolah menjadi bentuk serbuk seduhan, pil, atau cairan langsung minum.
  • Obat herbal terstandar (OHT). Obat tradisional yang terbuat dari ekstrak atau sari bahan alam dapat berupa tanaman obat, sari binatang, maupun mineral.
  • Fitofarmaka. Obat tradisional yang telah melalui uji klinis dan memiliki izin edar sebagai obat.

Kelebihan Obat Tradisional

Obat tradisional memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan obat modern, antara lain:

  • Efek samping yang relatif kecil jika digunakan dengan tepat.
  • Adanya efek komplementer dan sinergisme dalam ramuan obat tradisional atau komponen bioaktif tanaman obat. Artinya, bahan-bahan alami yang digunakan dapat memberikan efek saling mendukung atau serupa untuk mencapai tujuan pengobatan.
  • Lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif yang memerlukan penggunaan obat dalam waktu lama. Contohnya seperti diabetes, asam urat, rematik, asma, dan ulkus.

Bentuk Sediaan Obat Tradisional

Obat tradisional dapat disajikan dalam berbagai bentuk sediaan, seperti:

  • Serbuk. Obat tradisional berupa bubuk halus yang diperoleh dari simplisia (bahan alam) yang dikeringkan dan ditumbuk. Contohnya adalah serbuk jahe, serbuk kunyit, dan serbuk temulawak.
  • Pil. Obat tradisional berupa butiran padat bulat atau lonjong yang dibuat dari campuran simplisia dan bahan pengikat. Contohnya adalah pil galian singset dan pil galian putri.
  • Seduhan. Obat tradisional berupa cairan yang diperoleh dari ekstraksi simplisia dengan air panas. Contohnya adalah teh rosella, teh daun sirih, dan teh daun sirsak.
  • Cairan langsung minum. Obat tradisional berupa cairan yang siap diminum tanpa perlu diseduh terlebih dahulu. Contohnya adalah beras kencur, kunyit asam, dan sinom.
  • Pastiles. Obat tradisional berupa lempengan pipih, umumnya berbentuk segi empat, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak. Contohnya adalah pastiles jahe madu dan pastiles kunyit madu.
  • Cairan obat dalam. Obat tradisional berupa minyak, larutan, suspensi atau emulsi, terbuat dari serbuk simplisia dan/atau ekstrak dan digunakan sebagai obat dalam. Contohnya adalah minyak kayu putih, minyak zaitun, dan minyak habbatussauda

Obat Herbal Terstandarisasi (OHT)

Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah distandarisasi.

OHT harus memenuhi kriteria :

  • aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan percobaan).
  • telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Contoh OHT yang beredar di Indonesia adalah Antangin JRG, OB Herbal, Mastin, Lelap, Diapet.

Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Fitofarmaka memenuhi kriteria :

  • aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan) dan klinik (pada manusia).
  • telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
  • Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin, VipAlbumin plus, Rheumaneer.

Memang fitofarmaka merupakan obat herbal yang diresepkan oleh para dokter mengingat sudah teruji baik pada hewan maupun manusia.

Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba (E.coli, Clostridia, Salmonella, Shigella), aflatoksin total, cemaran logam berat (Arsen, Timbal, Kadmium dan Merkuri), ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku (bagi OHT) dan bahan aktif (bagi fitofarmaka), serta residu pelarut (jika digunakan pelarut selain etanol). Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM yang melakukan pengujian tersebut.

Untuk menjamin keamanan obat tradisional, BPOM memberikan daftar bahan apa saja yang dilarang untuk diproduksi dalam obat tradisional antara lain : biji saga, biji kecubung, herba efedra, gandarusa, daun tembelekan, daun kratom, daun/buah Nerium oleander, daun komfre, hewan kodok kerok serta mineral sulfur, arsen dan merkuri. Sulfur boleh dibuat untuk obat luar. Di dalam lampiran Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 terdapat bahan tambahan yang diperbolehkan untuk ditambahkan dalam obat tradisional dan pada kadar berapa (bahan pengawet, bahan pemanis alami dan buatan, bahan pewarna alami dan sintetik, bahan antioksidan, bahan lain-lain missal pengemulsi, penstabil dll).

Berhati-hatilah untuk menggunakan obat herbal, pastikan logo yang tertera dan pastikan obat herbal tersebut telah terdaftar secara resmi di BPOM dengan cara cek kebenaran obat herbal pada website pom.go.id — daftar produk — cek produk BPOM (masukkan nomor regristasi atau nama produk atau merk). BPOM juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan cara melakukan cek atas : Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluwarsa (KLIK). Masyarakat dapat pula memberikan pengaduan melalui website pom.go.id — pengaduan (mengisi formulir) atau telpon 1500533.

Perlu diketahui pula bahwa pada obat tradisional (jamu dan obat tradisional impor atau lisensi), terdapat ketentuan iklan agar tidak menyesatkan masyarakat yaitu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman. Di dalamnya tertera ketentuan larangan mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomyelitis, penyakit kelamin, impotensi, tifus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit hati serta penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua iklan obat tradisional hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang yang disetujui dalam pendaftaran oleh BPOM. Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan kata-kata: tokcer, cespleng, manjur; tidak boleh memberikan garansi kesembuhan dan tidak boleh memuat pernyataan atau testimoni dari profesi kesehatan, pakar, peneliti, panutan atau sesepuh. Masyarakat jangan mudah percaya pada obat tradisional yang dapat mengobati semua penyakit dan terdapat testimoni dari seseorang atau sekelompok orang.

sumber

https://farmasi.ugm.ac.id/id/pentingnya-mengenal-kembali-jenis-obat-tradisional-pada-masa-pandemik-covid-19/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini

Banner BlogPartner Backlink.co.id