Cara Melakukan Uji Efektivitas Pengawet pada Produk Obat

Pengertian

Uji efektivitas pengawet adalah uji yang dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan pengawet dalam melindungi produk farmasi dari kontaminasi mikroorganisme selama masa simpan dan penggunaan.

Produk farmasi, seperti obat, kosmetik, dan alat kesehatan, seringkali mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, dan khamir. Mikroorganisme ini dapat menyebabkan kerusakan produk, penurunan kualitas, dan bahkan infeksi pada pengguna. Oleh karena itu, produk farmasi harus dilindungi dari kontaminasi mikroorganisme dengan menggunakan pengawet.

uji efektivitas pengawet

Pengawet adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam produk farmasi untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet harus aman, efektif, stabil, dan kompatibel dengan produk farmasi. Pengawet harus dipilih sesuai dengan jenis, sifat, dan tujuan produk farmasi.

Perlunya Uji Efektivitas Pengawet

Untuk memastikan bahwa pengawet yang digunakan dalam produk farmasi memiliki efektivitas yang memadai, diperlukan uji efektivitas pengawet. Uji efektivitas pengawet adalah uji yang dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan pengawet dalam melindungi produk farmasi dari kontaminasi mikroorganisme selama masa simpan dan penggunaan.

Uji efektivitas pengawet harus dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku, seperti Farmakope Indonesia, USP, BP, EP, atau ISO. Uji efektivitas pengawet harus dilakukan dengan menggunakan metode yang sesuai, seperti metode challenge test, metode plate count, atau metode turbidimetri.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang cara melakukan uji efektivitas pengawet pada produk farmasi dengan menggunakan metode challenge test. Metode challenge test adalah metode yang menguji kemampuan pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang ditambahkan secara sengaja ke dalam produk farmasi.

Cara Melakukan Uji Efektivitas Pengawet

Cara Melakukan Uji Efektivitas Pengawet pada Produk Farmasi dengan Metode Challenge Test

Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan uji efektivitas pengawet pada produk farmasi dengan metode challenge test:

  1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, seperti produk farmasi yang akan diuji, mikroorganisme uji, media uji, alat ukur, alat sterilisasi, alat inkubasi, alat analisis, dan alat pelindung diri.
  2. Menyiapkan produk farmasi yang akan diuji dengan cara mengambil sampel produk farmasi secara aseptik dan menimbangnya sesuai dengan jumlah yang ditentukan. Produk farmasi yang akan diuji harus dalam kondisi segar dan belum dibuka kemasannya.
  3. Menyiapkan mikroorganisme uji dengan cara menginkubasi kultur murni mikroorganisme uji pada media yang sesuai selama 24-48 jam pada suhu yang sesuai. Mikroorganisme uji yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku, seperti Farmakope Indonesia, USP, BP, EP, atau ISO. Mikroorganisme uji yang umum digunakan adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Candida albicans, dan Aspergillus brasiliensis.
  4. Menyiapkan media uji dengan cara menyiapkan media yang sesuai dengan jenis produk farmasi yang akan diuji, seperti media cair, media padat, atau media semipadat. Media uji harus steril dan memiliki pH yang sesuai dengan produk farmasi yang akan diuji.
  5. Menyiapkan alat ukur dengan cara menyiapkan alat ukur yang sesuai dengan jenis produk farmasi yang akan diuji, seperti pipet, buret, mikropipet, atau dispenser. Alat ukur harus steril dan akurat.
  6. Menyiapkan alat sterilisasi dengan cara menyiapkan alat sterilisasi yang sesuai dengan jenis produk farmasi yang akan diuji, seperti autoklaf, oven, atau microwave. Alat sterilisasi harus bersih dan berfungsi dengan baik.
  7. Menyiapkan alat inkubasi dengan cara menyiapkan alat inkubasi yang sesuai dengan jenis produk farmasi yang akan diuji, seperti inkubator, shaker, atau water bath. Alat inkubasi harus bersih dan berfungsi dengan baik.
  8. Menyiapkan alat analisis dengan cara menyiapkan alat analisis yang sesuai dengan jenis produk farmasi yang akan diuji, seperti spektrofotometer, mikroskop, atau colony counter. Alat analisis harus bersih dan berfungsi dengan baik.
  9. Menyiapkan alat pelindung diri dengan cara menyiapkan alat pelindung diri yang sesuai dengan standar keselamatan kerja, seperti sarung tangan, masker, kacamata, jas laboratorium, dan sepatu. Alat pelindung diri harus bersih dan nyaman digunakan.
  10. Melakukan uji efektivitas pengawet dengan cara mengikuti prosedur berikut:
    • Mengenakan alat pelindung diri dan memastikan bahwa area kerja bersih dan steril.
    • Mengambil sampel produk farmasi yang akan diuji dan membaginya menjadi beberapa bagian sesuai dengan jumlah mikroorganisme uji yang digunakan. Setiap bagian produk farmasi harus diberi label yang jelas dan berbeda.
    • Menginokulasi setiap bagian produk farmasi dengan mikroorganisme uji yang berbeda dengan menggunakan alat ukur yang steril. Jumlah mikroorganisme uji yang ditambahkan harus sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu sekitar 105-106 CFU/mL atau CFU/g.
    • Menyimpan setiap bagian produk farmasi yang telah diinokulasi pada suhu dan kondisi yang sesuai dengan produk farmasi yang akan diuji. Suhu dan kondisi yang umum digunakan adalah 20-25°C dan 30-35°C dengan kelembaban relatif 50-60%.
    • Mengambil sampel produk farmasi yang telah diinokulasi pada interval waktu yang ditentukan, yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Interval waktu ini dapat disesuaikan dengan standar yang berlaku atau karakteristik produk farmasi yang akan diuji.
    • Mengencerkan sampel produk farmasi yang telah diinokulasi dengan media uji yang steril dengan menggunakan alat ukur yang steril. Pengenceran yang umum digunakan adalah 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya.
    • Menanamkan sampel produk farmasi yang telah diencerkan pada media uji yang sesuai dengan mikroorganisme uji yang digunakan dengan menggunakan alat ukur yang steril. Media uji yang umum digunakan adalah agar plate count, agar cetrimide, agar MacConkey, agar Sabouraud, dan agar malt.
    • Menginkubasi media uji yang telah ditanamkan sampel produk farmasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan mikroorganisme uji yang digunakan dengan menggunakan alat inkubasi yang bersih dan berfungsi dengan baik. Suhu dan waktu yang umum digunakan adalah 30-35°C selama 48-72 jam untuk bakteri dan 20-25°C selama 5-7 hari untuk jamur dan khamir.
    • Menghitung jumlah koloni mikroorganisme uji yang tumbuh pada media uji dengan menggunakan alat analisis yang bersih dan berfungsi dengan baik. Jumlah koloni mikroorganisme uji harus dihitung dalam satuan CFU/mL atau CFU/g.
    • Menghitung persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme uji pada setiap interval waktu dengan menggunakan rumus berikut:% penurunan = [(jumlah koloni awal – jumlah koloni akhir) / jumlah koloni awal] x 100%
    • Membandingkan persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme uji dengan kriteria penerimaan yang ditentukan oleh standar yang berlaku, seperti Farmakope Indonesia, USP, BP, EP, atau ISO. Kriteria penerimaan yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
      • Pada hari ke-0, jumlah koloni mikroorganisme uji tidak boleh lebih dari 10^2 CFU/mL atau CFU/g.
      • Pada hari ke-7, jumlah koloni mikroorganisme uji harus berkurang minimal 1 log (90%) untuk bakteri
      • Berikut adalah lanjutan dari tulisan blog yang dioptimasi SEO dengan judul “Pentingnya Peran Apoteker di Industri Farmasi”:
      • Jika persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme uji memenuhi kriteria penerimaan, maka produk farmasi tersebut dinyatakan memiliki efektivitas pengawet yang baik. Jika persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme uji tidak memenuhi kriteria penerimaan, maka produk farmasi tersebut dinyatakan memiliki efektivitas pengawet yang buruk.
      • Uji efektivitas pengawet harus dilakukan secara rutin dan berkala untuk memantau kualitas produk farmasi yang diproduksi. Uji efektivitas pengawet juga harus dilakukan jika terjadi perubahan pada formulasi, proses, atau kemasan produk farmasi yang dapat mempengaruhi efektivitas pengawet.
      • Uji efektivitas pengawet harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan yang dapat merugikan produsen, pengguna, dan masyarakat. Uji efektivitas pengawet harus dilakukan oleh apoteker yang berpengalaman dan terlatih, serta menggunakan alat dan bahan yang sesuai dan berkualitas.
      • Uji efektivitas pengawet harus didokumentasikan dengan baik dan lengkap untuk keperluan pelaporan, evaluasi, dan audit. Uji efektivitas pengawet harus mencantumkan data dan informasi yang relevan, seperti identitas produk farmasi, identitas mikroorganisme uji, metode uji, hasil uji, kesimpulan uji, dan tanda tangan apoteker yang melakukan uji.
      • Uji efektivitas pengawet adalah salah satu cara untuk menjamin bahwa produk farmasi yang diproduksi memiliki kualitas yang baik, aman, dan efektif untuk digunakan. Uji efektivitas pengawet juga merupakan salah satu tanggung jawab apoteker sebagai profesi kesehatan yang berperan di industri farmasi.

Sumber : https://pharmaegg.com/sop-for-preservative-efficacy-test/

https://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini