VIOXX : KISAH PENARIKAN OBAT BEROMZET RP. 35 TRILYUN

Berikut artikel dari Bambang Priyambodo mengenai penarikan obat.

Barangkali ini adalah kisah penarikan obat paling “dramatis’ yang pernah terjadi selama ini di seluruh dunia. Bayangkan, sebuah obat yang telah terjual lebih dari US$ 2,5 Miliar atau lebih dari Rp. 35 Trilyun (setara dengan omzet seluruh industri farmasi di Indonesia pada tahun yang sama), harus ditarik dari peredarannya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Vioxx adalah nama dagang untuk obat non steroidal anti-inflammatory drug (NSAID), dengan kandungan zat aktif Rofecoxib yang diindikasikan untuk mengobati osteoarthritis, acute pain conditions, dan dysmenorrhea.

28167275_10211119725854200_3993189626154702136_n

Obat ini mulai dipasarkan setelah mendapat persetujuan dari US FDA (Food and Drug Administration) pada tanggal 20 Mei 1999 dan segera setelah di-launching, produk ini menjadi salah satu “blockbuster” dengan meraih pendapatan lebih dari US$ 1 juta pada tahun pertamanya mengalahkan COX Inhibitor sebelumnya yang menjadi “rival abadi” mereka yaitu, Naproxen yang diproduksi oleh Bayer Corp. Lebih dari 80 juta orang di seluruh dunia mendapatkan resep obat ini dari dokter pada saat yang bersamaan. Uji klinis TERBESAR yang pernah dilakukan yang melibatkan lebih dari 8.000 partisipan dari seluruh dunia dengan hasil yang SANGAT MEYAKINKAN, membuat dokter – dokter di seluruh dunia amat sangat yakin menuliskan resep obat ini untuk pasien-pasiennya. Gemerincing dollar-pun masuk ke pundi-pundi perusahaan yang berbasis di Kenilworth, New Jersey – Amerika Serikat ini. Selama beberapa tahun, obat ini menduduki peringkat puncak sebagai “obat terlaris” di seluruh dunia.

Namun kemudian “bencana” itu pun datang. Pada bulan Februari 2001 US FDA menerima laporan adanya peningkatan risiko serangan jantung dan stroke terhadap pasien – pasien yang menerima pengobatan Vioxx dalam jangka waktu yang panjang, 2x lebih besar dibanding dengan Naproxen. Dalam rentang waktu 2001 – Agustus 2004, US FDA menerima lebih dari 88.000 kasus serangan jantung akibat penggunaan obat ini dari seluruh dunia, 30 – 40% di antaranya berakibat FATAL. Dan akhirnya, pada tanggal 30 September 2004, US FDA mengumumkan secara resmi PENARIKAN dan PEMBEKUAN IZIN EDAR obat ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Apakah US-FDA, yang sangat terkenal “pelit”nya dalam memberikan ijin edar suatu obat bisa disebut “kebobolan” karena me-release-kan obat yang sangat berbahaya ini?

Apakah officer-officer US-FDA yang sangat terkenal “untouchable” dan nggak kenal rasa takut meskipun pernah dikepung dengan senjata terhunus oleh orang sekampung di India ini bisa “disuap”?

Apakah officer – officer US-FDA yang dikenal sangat “berintegritas” dan merupakan lulusan-lukusan terbaik dari Universitas-universitas terkenal di Amerika Serikat itu sekumpulan orang-orang “GOBLOK” sehingga tidak tahu bahayanya dari obat ini?

Apakah US-FDA yang sangat terkenal sangat “berwibawa” dan disegani itu tidak melakukan penelitian dengan cermat sebelum memberikan izin obat ini beredar?

Apakah sampel/contoh obat yang digunakan untuk uji klinis yang konon katanya “terbesar” di seluruh dunia ini masih kurang banyak? Sehingga efek samping obat yang sangat berbahaya ini tidak terdeteksi?

Apakah obat yang menghabiskan biaya Penelitian dan Pengembangan lebih dari Rp. 10 Trilyun selama lebih dari 10 tahun ini obat “abal-abal”? Tinggal Sim-salabim prok..prok..prok… lalu tiba-tiba jadilah obat ini?

Weleh.. weleh…

Itulah mengapa dunia kefarmasian merupakan “dunia lain”, yang terkadang orang-orang di luar farmasi tidak mengerti “dunia” yang sangat unik ini.

Sebagai orang farmasi, tentu kita kenal dengan baik apa yang namanya “Post Marketing Surveillance” itu. Meskipun suatu obat tersebut sudah diteliti dan diuji coba sedemikian rupa dengan menghabiskan biaya puluhan trilyun rupiah, namun demikian masih ada “celah” di mana suatu efek samping obat baru bisa diketahui setelah 10 – 15 tahun kemudian. Bahkan ada obat analgesik-opiat, yaitu Propoxyphene (Merek Dagang: Darvocet) yang diproduksi oleh salah satu industri farmasi raksasa dari Amerika Serikat, Eli Lily & Co., yang sudah diproduksi dan dipasarkan sejak tahun 1955, namun baru diketahui dapat menyebabkan terjadinya peningkatan risiko penyakit jantung pada tahun 2010 yang lalu. Jadi kalau dihitung-hitung obat ini telah diproduksi dan dipasarkan selama 55 (LIMA – PULUH LIMA) tahun. Obat ini kemudian baru ditarik peredaran oleh US-FDA pada tahun 2010 yang lalu.. BAYANGKAN, 55 tahun baru ketahuan efek sampingnya. Kemana saja tuh si US-FDA yang katanya sedemikian “sangar”nya??? 

Sekali lagi, soal kasus obat Albothyl yang izin edarnya dibekukan oleh Badan POM – adalah kasus yang BIASA – BIASA SAJA… Hal yang sangat lumrah dan sangat umum terjadi di industri farmasi.. Setiap obat pasti memiliki risiko, bahkan obat yang paling “ringan” sekali pun memliki risiko. Tinggal sekarang kita timbang-timbang, seberapa besar rasio antara risiko dan manfaatnya. Jika risikonya ternyata lebih besar daripada manfaatnya, tentu obat tersebut TIDAK LAYAK untuk diedarkan. Dan risiko obat ini tidak selalu nampak pada saat obat tersebut dilakukan penelitian dan pengembangan. Bisa jadi risiko tersebut baru muncul 5 tahun.. 10 tahun.. 15 tahun.. 20 tahun.. bahkan bisa sampai 55 tahun kemudian baru ditemukan..

So, kalau ada hal – hal yang nggak jelas soal obat, bertanyalah kepada Apoteker Anda.. Jangan bertanya kepada rumput yang bergoyang….

Wallahu’alam

https://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

3 COMMENTS

  1. Sering-sering mas buat tulisan seperti ini, ternyata ada juga penarikan obat dengan nominal yang mencapai angka fantastis..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini