Berikut tulisan Pak Bambang Priyambodo mengenai kisah memilukan Industri Farmasi
OBAT merupakan produk yang berisiko sangat tinggi karena berhubungan dengan NYAWA manusia. Oleh karenanya ada begitu banyak aturan yang harus dipenuhi oleh industri farmasi agar bisa memproduksi dan memasarkan obatnya. Aturan ini bahkan sudah berlaku SEBELUM obat tersebut diproduksi dan dipasarkan. Ada “seabrek“ aturan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh (calon) obat tersebut yang membuktikan bahwa obat yang akan diproduksi dan diedarkan tersebut TERJAMIN khasiat, keamanan dan kualitasnya. Demikian pula saat produksi, setumpuk aturan yang tertuang dalam aturan yang disebut dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)/GMP (Good Manufacturing Practices) yang setiap periode mengalami perubahan seiring dengan berbagai kemajuan dan perkembangan teknologi. Demikian pula pada saat distribusi obat tersebut hingga ke tangan pasien. Sejumlah aturan harus dipenuhi agar obat tersebut benar – benar sampai di tangan konsumen tetap terjaga khasiat, keamanan dan kualitasnya dengan baik.
Tentu, semua ini bisa tercapai jika SEMUA aturan yang tertuang baik dalam Cara Pendaftaran/Registrasi yang Baik/GSP (Good Submission Practices), CUKB (Cara Uji Klinik yang Baik)/GCP (Good Clinical Practices), CPOB/GMP, CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik), dsb. Namun begitu aturan – aturan ini DILANGGAR, yang terjadi tentulah sebuah BENCANA, yang tidak hanya merugikan secara meteriil namun lebih dari itu adalah NYAWA seorang anak manusia.
Berikut adalah kisah – kisah memilukan yang pernah terjadi di Industri Farmasi. Kisah yang SEHARUSNYA tidak perlu terjadi jika SEANDAINYA saja, semua aturan – aturan tersebut dipatuhi dan dijalankan dengan benar.
OBAT JANTUNG MEMATIKAN DARI PAKISTAN
Pertengahan hingga akhir Januari 2012, keheningan Rumah Sakit “The Punjab Institute of Cardiology (PIC)“ yang berada di Lahore, wilayah Punjab – Pakistan, tiba – tiba terguncang dengan kehebohan dan kepanikan yang sangat luar biasa. Ratusan bahkan ribuan pasien yang tengah menjalani pengobatan dengan obat ISOTAP (Isosorbite Nitrate), tiba – tiba mengalami gejala – gejala yang aneh dan mengerikan. Perdarahan dari mulut dan saluran gastrointestinal, bercak – bercak hitam pada kulit, dan penurunan sel darah putih yang sangat drastis. Para Dokter di Rumah Sakit tersebut mulanya menduga mereka sedang mengalami wabah demam berdarah yang biasa terjadi dalam siklus tahunan di wilayah tersebut. Namun setelah dilakukan pemeriksaan kondisi lingkungan di sekitar mereka, tidak ditemukan adanya larva nyamuk demam berdarah dan TIDAK SEMUA symptom sesuai dengan tanda – tanda adanya penyakit tersebut. Dalam waktu sekejap, 25 orang meninggal dunia. Hari-hari berikutnya menyusul satu – per satu korban terus berjatuhan. Hingga akhir Januari 2012, tidak kurang dari 200 orang meninggal dunia dalam rentang waktu yang sangat singkat.
Peristiwa yang terjadi di Punjap ini menarik perhatian Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menurunkan team dari Inggris yang bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan dan Dalam Negeri Pakistan untuk menyelidiki peristiwa yang sangat menghebohkan wilayah yang berbatasan dengan India ini. Hasil uji yang dilakukan oleh The British Medicines and Healthcare Product Regulatory Agency (MHRA) – UK, sungguh – sungguh sangat mengejutkan. Ternyata, obat yang digunakan oleh para pasien tersebut, yaitu ISOTAB, terkontaminasi oleh obat malaria, Pyrimethamine dalam jumlah yang toxic alias mematikan. Test yang dilakukan oleh The Central Drugs Laboratory di Karachi, mengkonfirmasi adanya kontaminasi ini.
Dari hasil penelusuran oleh WHO dan Team Gabungan dari Pakistan, akhirnya menemukan produsen obat tersebut, yaitu Efroze Chemical Industries yang berada di wilayah Korangi Industrial Area – Karachi. Hasil audit yang dilakukan oleh FIA dan WHO menemukan hal yang sangat mengejutkan. Bahwa terjadi SELISIH jumlah stock sebanyak 1 drum @25 kg bahan baku Pyrimethamine antara buku catatan stock dengan jumlah yang sesungguhnya di lapangan. Ternyata 1 drum Pyrimethamine tersebut IKUT TERCAMPUR dalam ISOTAB batch J093 yang tercemar tersebut. Sebanyak 46.000 orang dilaporkan terdampak dari kasus ini dan sebanyak 200 orang tidak terselamatkan nyawanya. Meninggal dunia sia – sia HANYA gara – gara SALAH MENGAMBIL bahan baku yang digunakan.
OBAT ANTI-ASTHMA YANG MEMATIKAN, GARA – GARA AIR YANG DIGUNAKAN TERCEMAR BAKTERI
Salah satu Sarana Penunjang Kritis di Industri Farmasi adalah Sistem Pengolahan Air (SPA) karena merupakan salah satu komponen obat terbesar dalam proses pembuatan obat, terutama untuk obat – obat berbentuk liquid (cairan). Salah satu peristiwa yang sangat menghebohkan berkaitan dengan SPA adalah peristiwa tercemarnya SPA di salah satu industry farmasi yang sangat establish, Copley Pharmaceutical, Inc. – Massacussets, Amerika Serikat.
Copley Pharmaceutical Inc., adalah anak perusahaan raksasa farmasi dunia, Hoecht (sekarang sudah di akuisisi oleh TEVA Pharmaceutical – Israel) yang berlokasi di Massachusetts, Amerika Serikat – Salah satu produknya adalah Albuterol Sulfate solution (0,5%) dalam bentuk Nebulizer untuk membantu pasien mengatasi sesak nafas karena asthma. Sebanyak 231 orang terpaksa dirawat di Rumah Sakit dan sebanyak 22 orang akhirnya meninggal dunia karena Albuterol yang digunakan terkontaminasi kuman PSEUDOMONAS FLOURESCENS yang mematikan. Kuman ini terdapat pada obat tersebut karena adanya kerusakan pada Sistem Pengolahan Air (SPA), dimana operator yang bertugas untuk melakukan perawatan LALAI untuk menangani kebocoran system filtrasi dari SPA tersebut.
Kelalaian dan ketidak-pedulian tersebut ternyata harus dibayar dengan harga yang sangat mahal sekali, nyawa 22 orang ! Sungguh kisah yang sangat memilukan. Akibat kelalaian dan ketidak-pedulian orang yang terkait dengan proses pembuatan obat, puluhan nyawa manusia melayang sia – sia.
SALAH LABEL YANG MEMATIKAN
Salah satu kisah paling dramatis yang paling banyak terjadi di Industri Farmasi adalah SALAH LABEL. Entah sudah berapa kali peristiwa ini terjadi, dan sudah begitu banyak korban yang berjatuhan. Bukan saja di Negara – Negara berkembang, peristiwa MIX-UP ini pun pernah terjadi di Negara yang sudah sangat maju, bahkan bisa dikataka “embah-nya” industry farmasi, Jerman.
B. Braun Melsungen AG, industry farmasi yang didirikan pada tahun 1839 di Melsungen – Jerman oleh Julius Wilhelm Braun. Perusahaan ini sangat dikenal dengan produk – produk injeksi, baik injeksi volume besar (LPV = Large Parenteral Volume) seperti infus, maupun injeksi volume kecil (SPV = Small Parenteral Volume) dan lain – lain. Hingga saat ini, perusahaan ini masih dimiliki oleh keluarga Braun dan beroperasi di lebih dari 50 negara di seluruh dunia.
“Tak ada gading yang tak retak“, demikian kata pepatah. Secanggih – canggihnya teknologi dan setinggi – tingginya ilmu pengetahuan, namun tetap saja namanya manusia memiliki kelemahan dan kelalaian. Apalagi jika terdapat system dan aturan yang dilanggar, maka yang terjadi adalah MALAPETAKA yang memilukan. Akibat tekanan beban kerja yang sangat tinggi, ditambah dengan sikap mengandalkan kepada teknologi, terjadi KESALAHAN LABEL dari produk yang sedang dikemas yang berakibat sangat fatal. Vial yang berisi “Potassium Chlorida” diberikan label “Glucose Solution 5%”. Akibat dari kesalahan ini pada tanggal 17 Januari 1999, 2 (dua) orang bayi di sebuah Rumah Sakit di Belgia, meninggal dunia.
Ada banyak peristiwa MIX-UP disebabkan karena “human error” yang dapat menyebabkan akibat yang sangat fatal bagi umat manusia. Apalagi jika prinsip – prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik tersebut dilanggar, maka percayalah – sebuah malapetaka hanya soal waktu saja.
TABLET PARACEMATOL YANG MEMATIKAN
Pada suatu pagi, 29 September 1982, seorang gadis kecil berusia 12 tahun bernama Mary Kellerman yang tinggal di Elk Grove Village, Illinois – Amerika Serikat ditemukan meninggal dunia di rumahnya setelah minum obat Tylenol (Paracetamol). Beberapa hari kemudian, Adam Janus, seorang tukang pos yang tinggal di Arlington Heights, Illinois juga meninggal dunia setelah dilarikan ke rumah sakit setekah minum obat yang sama. Hari berikutnya, Kakak kandungnya, Stenley dan Kakak iparnya, Theresa juga meninggal dunia setelah menghadiri pemakaman Adam, gara – gara minum obat yang sama seperti yang diminum oleh Adam Janus. Hari – hari berikutnya, korban terus berjatuhan. Otoritas pengawasan setempat pada awalnya sama sekali tidak menduga bahwa serangkaian kematian demi kematian ini terkait dengan Tylenol obat turun panas dan sakit kepala yang sangat aman selama ini. Setelah korban yang berjatuhan semakin banyak oleh obat yang sama, barulah otoritas pengawasan setempat menemukan “hubungan” kematian – kematian tersebut dengan obat Tylenol. Peringatan keras akhirnya diumumkan ke seluruh penjuru Amerika Serikat, namun korban sudah berjatuhan.
Dari hasil pengusutan yang dilakukan oleh FBI dan US-FDA menemukan adanya kontaminasi “Potassium Cyanida” dalam tablet Tylenol tersebut. Pengusutan lebih lanjut menemukan kemungkinan adanya SABOTASE pada peristiwa tersebut. Kesimpulan ini diperoleh karena ternyata Tylenol yang terkontaminasi Sianida tersebut berasal dari pabrik yang berbeda. Johnson & Johnson selaku produsen obat tersebut melakukan penarikan besar – besaran yang disebut – sebut sebagai RECALL terbesar yang pernah terjadi. Sebanyak 31 juta botol Tylenol harus ditarik dari peredaran dengan nilai lebih dari USD 100 juta (lebih dari Rp. 1,3 Trilyun).
Hingga sekarang, setelah 35 tahun peristiwa ini berlalu, “misteri” sabotase Tylenol ini masih belum terpecahkan. Baik pelaku, motif maupun tujuan dari sabotase ini masih diselimuti awan gelap. Namun hal yang menjadi sorotan adalah sistem keamanan kemasan Tylenol yang sangat mudah untuk disabotase. Tidak ada “seal” pengaman atau plastik wrapping untuk melindungi obat ini dari tangan – tangan jahat yang merenggut jiwa manusia.
(Bersambung)