Apa itu Pengawet? Pengawet adalah zat antimikroba yang digunakan untuk menurunkan kemampuan mikroba tumbuh di dalam sediaan obat. Terdapat berbagai tipe pengawet yaitu sintetik dan pengawet alami. Contoh pengawet sintetik yang sering digunakan dalam formulasi obat adalah paraben (metil paraben dan propil paraben). Metil paraben dikenal dengan nama dagang nipagin sedangkan propil paraben dikenal dengan nama nipasol. Nipagin dan nipasol merupakan senyawa fenolik, stabil di udara, sensitif terhadap pemaparan cahaya, tahan terhadap panas dan dingin termasuk uap sterilisasi, stabilitas menurun dengan meningkatnya pH yang dapat menyebabkan hidrolisis. Mekanisme kerja senyawa fenolik adalah dengan menghilangkan permebilitas membran sehingga isi sitoplasma keluar dan menghambat sistem transport elekrolit yang lebih efektif terhadap kapang dan khamir dibandingkan terhadap bakteri, serta lebih efektif menghambat bakteri Gram posistif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif.
Efikasi / efektivitas pengawet antimikroba dari sediaan farmasi harus ditetapkan dalam pengembangan obat. Selain itu juga harus dilakukan <441> Kandungan Zat Antimikroba
Sediaan farmasi seperti sediaan injeksi, tetes mata dan sirup diformulasi pada obat dengan penambahan penawet. Penambahan pengawet yang tepat pada sediaan farmasi harus dilakukan untuk mencegah adanya pertumbuhan mikroba pada sediaan farmasi. Kontaminasi mikroba ini sangat penting terkait dengan keamanan obat, jangan sampai obat yang diberikan malah menimbulkan infeksi penyakit. Pengujian efektivitas pengawet ini dilakukan selama pengembangan produk farmasi dan dilakukan monitoring selama produksi komersial obat. Pengujian ini tidak ditujukan untuk tujuan kontrol rutin. Pengawet biasa dipertimbangkan sebagai zat aktif dalam mencegah pertumbuhan mirkoba sehingga potensinya harus dimonitoring selama pembuatan produk. Kadar pengawet dideteksi dengan metode HPLC sebelum rilis produk dan diperiksa rutin selama uji stabilitas. Akan tetapi pengujian kdar secara kimia (misal dengan HPLC) tidak selalu berkorelasi dengan aktivitas antimikroba di formulasi obat. Oleh karena itu uji ekfektivitas bakteri dengan inkubasi harus tetap dilakuakn selama formulasi dan uji stabilitas. Di USP sendiri diatur dalam USP <51> Antimicrobial Preservative Efficacy.
Akan tetapi, zat pengawet atau agen antimikroba tidak semata-mata solusi dari adanya cemaran mikroba/ untuk menurunkan jumlah mikroba. Jadi selama pembuatan produk juga harus melakukan langkah-langkah untuk mencegah adanya mikroba masuk ke dalam sediaan obat. Zat pengawet ini ditambahkan pada sediaan bukan hanya mencegah adanya pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan kontaminasi, akan tetapi juga untuk meminimalisir proliferasi bakteri walaupun tidak dipersyaratkan pada produk non steril. Ini perlu diketahui bahwa adanya jasad bakteri yang mati ke dalam sediaan dapat menyebabkan alergi pada pasien yang sensitif.
Dalam formula harus dicari kadar pengawet dimana kadar tersebut efektif terhadap mikroba dan disatu sisi tidak toksik untuk pasien. Tes efikasi antimikroba harus dilakukan pada berbagai dosis di sediaan parenteral, sediaan mata, hidung, oral dan sediaan kulit. Pengawet yang ditambahakan seharusnya stabil selama penyimpanan sesuai dengan waktu kadaluarsa. Pengujian dilakukan pada sediaan obat yang masih dalam kemasan asli.
Pengujian efektivitas mikroba antar lain dimulai dari preparasi sampel dari kemasan asli, inokulasi sampel pada mikroorganisme yang sesuai, penyimpanan sampel pada sushu yang sesuai, pengambilan sampel dari wasah pada interval waktu yang telah ditentukan dan menghitung jumlah bakteri. Pengawet dinyatakan efektif bila tidak ada pertumbuhan mikroba pada sampel yang telah diinkubasi dengan mikroba.
Jenis mikroorganisme yang digunakan dalam pengujian antimikroba sebaiknya dipilih yang dapat mewakili di lingkungan tempat obat tersebut diproduksi, distribusi dan disimpan. Namun, dalam pengujian harus dilengkapi dengan strain atau spesies lain, terutama yang mungkin ditemukan dalam kondisi di bawah produk tertentu dibuat atau digunakan, atau yang mungkin menawarkan tantangan khusus untuk jenis produk yang diuji. Tantangan strain tunggal (bukan kultur campuran) harus digunakan di seluruh pengujian. Uji tantangan efektivitas mikroba dilakukan pada kondisi “worst case” atau “accidental” untuk melihat efektivitas pengawet dalam kondisi tertentu.
Uji Efektivitas mikroba dapat menggunakan mikroba sebagai berikut:
- Candida albicans: jamur yang umum ditemukan dilingkungan
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri gram negatif aerobik yang ditemukan umum di tanan dan air
- Staphylococus aureus : bakteri gram positif, ditemukan di kulit
- Aspergillus niger : jamur yang sering ditemukan di lingkungan lembab
- Escherichia coli : bakteri gram negatif anaerobik fakultatif yang ditemukan pada feses
Untuk mencegah adanya perubahan fenotip (ciri fisik bakteri) selama penggunaa, mikroba yang digunakan tidak boleh lebih dari 5 kali turunan dari kultur aslinya. Kultur yang baru ditumbuhkan pada media yang baru. Dalam penumbuhan bakteri media yang digunakan sudah dilakukan test pertumbuhan media (growth promotion test).
Pengujian efektivitas mikroba dilakukan dengan periode interval mingguan, mikroba akan turun sesuai dengan tabel berikut ini :
Kategori | Produk | Hari ke 7 | Hari ke 14 | Hari ke 28 |
1. | Produk Injeksi steril/produk parenteral lainnya | Bakteri: Penurunan sebesar ≥1.0 log dari jumlah awal | Bakteri: Penurunan sebesar ≥3.0 log dari jumlah awal | Bakteri: Tidak ada peningkatan koloni bakteri dibandingkan hari ke 14 |
Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | ||
2. | Salep, krim, nasal non steril, sediaan topikal dan obat yang digunakan pada membran mukosa | Bakteri: Penurunan sebesar ≥2.0 log dari jumlah awal | Bakteri: Tidak ada peningkatan koloni bakteri dibandingkan hari ke 14 | |
Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | |||
3 | Sediaan farmasi cair/sirup/cairan non antasida | Bakteri: Penurunan sebesar ≥1.0 log dari jumlah awal | Bakteri: Tidak ada peningkatan koloni bakteri dibandingkan hari ke 14 | |
Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | |||
4 | Antasida/obat maag sirup | Bakteri: tidak ada peningkatan koloni bakteri dibandingkan dengan jumlah awal | Bakteri: tidak ada peningkatan koloni bakteri dibandingkan dengan jumlah awal | |
Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal | Jamur: tidak ada peningkatan koloni jamur dibandingkan dengan jumlah awal |
Menurut USP <51> uji efektivitas bakteri ini memerlukan validasi metode analisis persis seperti metode pengujian lain. Untuk tulisan saya mengenai validasi metode analisis mikrobiologi dapat dicek berikut ini :
Di Farmakope Indonesia VI sendiri diatur pada lampiran <61> UJI EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA halaman 1826. Farmakope Indonesia VI dapat didownload pada link berikut ini.
Isinya seperti ini :
Pengawet antimikroba adalah zat antimikroba yang ditambahkan pada sediaan farmasi non-steril bentuk larutan. Dosis pengawet yang ditambahkan adalah untuk melindungi sediaan terhadap pertumbuhan
mikroba yang ada atau yang masuk secara tidak sengaja selama ataupun sesudah proses produksi. Pada sediaan steril dosis ganda, pengawet ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang mungkin masuk pada pengambilan berulang. Satu jenis atau lebih pengawet diperbolehkan pada semua sediaan steril dosis ganda. Pengawet tidak boleh digunakan sebagai pengganti cara produksi yang baik atau semata-mata untuk menurunkan populasi mikroba viabel dari produk tidak steril atau mengendalikan bioburden pra- sterilisasi dari formulasi sediaan dosis ganda pada waktu diproduksi. Pengawet sesuai bentuk sediaan dalam farmakope memenuhi syarat untuk Bahan
Tambahan dalam Ketentuan Umum.
Semua zat antimikroba yang digunakan bersifat toksik. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, kadar pengawet yang efektif dalam kemasan akhir produk hendaknya di bawah tingkat toksik bagi manusia berdasarkan dosis obat yang dianjurkan. Kadar pengawet yang ditambahkan dapat dikurangi apabila bahan aktif dalam formulasi secara intrinsik mempunyai aktivitas antimikroba. Untuk semua produk injeksi dosis ganda atau produk lain yang mengandung pengawet, harus menunjukkan adanya efektivitas antimikroba baik sebagai sifat bawaan dalam produk maupun yang dibuat dengan penambahan pengawet.
Efektivitas antimikroba juga harus ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda berbasis air pada sediaan topikal, oral dan sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan cairan dialisis. Untuk pengujian, sediaan bentuk larutan dengan aktivitas air lebih dari 0,6. Mikroba tantang digunakan umumnya berdasarkan pada cemaran yang mungkin ada pada produk obat dengan mempertimbangkan sifat fisika, formulasi dan tujuan penggunaan. Mikroba tantang yang tercantum dalam pengujian ini tidak membatasi digunakannya mikroba spesies lain jika dianggap perlu untuk mengukur aktivitas biologi dari sistem pengawetan suatu sediaan. Mikroba tantang tambahan ini tidak masuk pembahasan dalam bab ini, tetapi mungkin dapat ditambahkan pada penjelasan mikroba uji
Referensi :
https://www.pharmaguideline.com/2011/08/effectiveness-of-antimicrobial.html
https://focus-lab.com/usp_51_antimicrobial_preservative_efficacy.html