Industri farmasi di India sekarang
Industri farmasi di India adalah salah satu sektor paling dinamis dan inovatif di negara ini, memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi, perawatan kesehatan, dan penelitian ilmiah.
Daftar Isi
Nilai Pasar Industri Farmasi India
Industri farmasi di India bernilai sekitar US $ 42 miliar (1.522 trilyun rupiah) pada tahun 2021, menjadikannya pasar farmasi terbesar ketiga di Asia dan terbesar keenam di dunia berdasarkan nilai. Industri farmasi India juga merupakan penyedia obat generik terbesar di dunia berdasarkan volume, dengan pangsa 20% dari total ekspor farmasi global. India juga merupakan pemasok vaksin terbesar di dunia berdasarkan volume, terhitung lebih dari 50% dari semua vaksin yang diproduksi di dunia.
Industri ini telah menyaksikan pertumbuhan dan transformasi yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir, didorong oleh beberapa faktor seperti meningkatnya permintaan domestik, meningkatnya kesadaran kesehatan, kebijakan pemerintah yang menguntungkan, manufaktur berbiaya rendah, tenaga kerja terampil, dan kemampuan penelitian dan pengembangan yang kuat. Industri ini juga telah mendiversifikasi portofolio produknya untuk mencakup berbagai segmen seperti obat generik, obat bebas (OTC), bahan aktif farmasi (API)/obat curah, vaksin, penelitian kontrak dan layanan manufaktur (CRAMS), biosimilar, dan biologi.
Beberapa pencapaian dan tantangan utama industri ini adalah:
- Industri berperan penting dalam memastikan ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial untuk berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, diabetes, kanker, dan COVID-19. Ini juga berkontribusi pada upaya global untuk memberantas polio dan penyakit menular lainnya melalui produksi dan pasokan vaksinnya.
- Industri ini telah muncul sebagai pemimpin global dalam produksi dan ekspor obat generik, menawarkan obat berkualitas tinggi dan murah ke lebih dari 200 negara. Itu juga mendapatkan pijakan yang kuat di pasar yang diatur seperti AS dan Eropa, di mana masing-masing menyumbang sekitar 40% dan 25% dari persetujuan obat generik.
- Industri telah banyak berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk mengembangkan obat-obatan baru dan lebih baik, terutama di bidang bioteknologi, nanoteknologi, sistem pengiriman obat, dan obat-obatan herbal. Ini juga telah berkolaborasi dengan berbagai lembaga dan organisasi nasional dan internasional untuk uji klinis, transfer teknologi, dan inovasi.
- Industri ini menghadapi beberapa tantangan seperti meningkatnya persaingan dari pasar negara berkembang lainnya seperti China dan Brasil, meningkatnya pengawasan peraturan dan biaya kepatuhan, masalah perlindungan paten, masalah kualitas, masalah lingkungan, dan kesenjangan keterampilan. Ini juga perlu mengatasi dinamika pasar yang berubah seperti pergeseran preferensi konsumen, meningkatnya permintaan obat-obatan yang dipersonalisasi, dan peluang yang muncul dalam kesehatan digital.
Prospek masa depan industri ini cerah dan menjanjikan, karena diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 12-14% selama 2020-25. Industri ini siap untuk memanfaatkan kekuatannya dan mengatasi tantangannya untuk menjadi pusat global untuk inovasi dan keunggulan farmasi.
Hampir semua jenis bahan baku dan bahan baku aktif di Indonesia mengimpor dari India.
Tantangan Industri Farmasi India
Beberapa tantangan industri farmasi di India adalah:
- Tekanan USFDA & peningkatan jumlah Inspeksi: Industri menghadapi peningkatan pengawasan dan biaya kepatuhan dari US Food and Drug Administration (USFDA), yang merupakan pasar terbesar untuk obat generik India. Banyak perusahaan farmasi India telah menerima surat peringatan, peringatan impor, dan larangan dari USFDA karena melanggar praktik manufaktur yang baik (GMP) dan standar kualitas.
- Kontrol Pemerintah atas harga obat: Industri ini juga menghadapi ketidakpastian dan volatilitas karena kontrol ketat pemerintah atas harga obat esensial. Pemerintah telah memberlakukan batasan harga pada banyak obat di bawah Daftar Obat Esensial Nasional (NLEM) dan Perintah Pengendalian Harga Obat (DPCO), yang telah mengikis profitabilitas dan daya saing industri.
- Produk Palsu/Obat Palsu: Industri menghadapi ancaman obat palsu dan di bawah standar, yang merupakan ancaman serius bagi kesehatan dan keselamatan publik. Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), India adalah salah satu sumber utama obat palsu di dunia, terhitung 35% dari semua obat palsu yang disita secara global.
- Kurangnya tenaga kerja terampil: Industri menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil dan berkualitas, terutama di bidang Litbang, uji klinis, urusan regulasi, dan bioteknologi. Industri ini juga menghadapi tingkat gesekan yang tinggi dan tingkat retensi yang rendah karena kurangnya peluang pertumbuhan karir dan paket kompensasi yang menarik.
- Ketergantungan signifikan India pada China untuk API: Industri ini sangat bergantung pada China untuk mengimpor bahan aktif farmasi (API), yang merupakan bahan mentah utama untuk produksi obat. India mengimpor sekitar 70% persyaratan API-nya dari China, yang membuatnya rentan terhadap gangguan pasokan, fluktuasi harga, dan masalah kualitas.
Sejarah Farmasi di India
Sejarah industri farmasi di India
Industri farmasi di India adalah salah satu sektor terbesar dan paling dinamis di negara ini, berkontribusi sekitar 3,5% dari pasar farmasi global berdasarkan nilai dan 10% berdasarkan volume. Industri ini juga dikenal sebagai “apotek dunia” karena perannya dalam memproduksi dan mengekspor obat generik berbiaya rendah ke banyak negara. Namun, industri ini telah mengalami beberapa perubahan dan tantangan selama bertahun-tahun, yang dapat ditelusuri kembali ke evolusi historisnya.
Sejarah industri farmasi di India dapat dibagi menjadi empat fase:
Pra-1970: Era dominasi asing
Sebelum kemerdekaan pada tahun 1947, India memiliki sistem pengobatan tradisional berdasarkan Ayurveda, Unani, dan Siddha. Pemerintahan kolonial Inggris memperkenalkan sistem pengobatan allopathic modern, yang didominasi oleh perusahaan multinasional asing (MNC). MNC menguasai sekitar 80% pangsa pasar dan mengimpor sebagian besar bahan mentah dan produk jadi dari luar negeri. Perusahaan-perusahaan India terutama terlibat dalam pengepakan ulang dan distribusi obat-obatan impor, dengan sedikit investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) atau manufaktur.
Pemerintah India berusaha mendorong industri dalam negeri dengan memberlakukan tarif dan kuota impor, memberikan subsidi dan insentif pajak, serta membentuk unit sektor publik (PSU) seperti Indian Drugs and Pharmaceuticals Limited (IDPL) dan Hindustan Antibiotics Limited (HAL). Namun, langkah-langkah ini tidak terlalu efektif dalam mengurangi ketergantungan pada sumber asing atau mendorong kemandirian.
1970-1990: Era intervensi kebijakan
Titik balik industri farmasi India terjadi pada tahun 1970, ketika pemerintah memberlakukan Undang-Undang Paten, yang menghapus paten produk dan hanya mengizinkan paten proses selama tujuh tahun. Hal ini memungkinkan perusahaan India untuk merekayasa balik dan memproduksi obat yang dipatenkan menggunakan proses alternatif tanpa melanggar hak kekayaan intelektual (HKI) perusahaan multinasional. Hal ini mendorong produksi obat massal dan formulasi dalam negeri, terutama di bidang antibiotik, antiinfeksi, antituberkulosis, antimalaria, dan obat kardiovaskular.
Pemerintah juga memperkenalkan langkah-langkah kebijakan lain untuk mendukung industri dalam negeri, seperti pengendalian harga, pengendalian mutu obat, promosi ekspor obat, pengaturan impor obat, bantuan penelitian obat, dan dana pengembangan obat. Kebijakan ini membantu perusahaan India untuk meningkatkan pangsa pasar mereka dari 20% pada tahun 1970 menjadi 70% pada tahun 1990, sekaligus mengurangi ketergantungan mereka pada impor dari 70% menjadi 30%. Industri ini juga menyaksikan pertumbuhan ekspor dari Rs. 10 crore pada tahun 1970 menjadi Rs. 2.300 crore pada tahun 1990.
Industri farmasi India juga mengembangkan kemampuannya sendiri dalam R&D dan inovasi selama periode ini. Beberapa pencapaian yang menonjol adalah:
- Pengembangan entitas kimia baru (NCE) yang disebut methaqualone oleh Central Drug Research Institute (CDRI) pada tahun 1956, yang dipasarkan sebagai Mandrax oleh Roussel India Limited.
- Pengembangan proses baru untuk memproduksi kloramfenikol oleh IDPL pada tahun 1961, yang mengurangi biaya hingga 90% dan menjadikan India swasembada antibiotik ini.
- Pengembangan proses baru untuk memproduksi ibuprofen oleh Boots Pure Drug Company (kemudian menjadi Ranbaxy Laboratories) pada tahun 1969, yang telah dipatenkan di beberapa negara dan mendapatkan royalti untuk India.
- Pengembangan proses baru untuk memproduksi nifedipine oleh Torrent Pharmaceuticals pada tahun 1982, yang telah dipatenkan di beberapa negara dan mendapatkan royalti untuk India.
- Pengembangan proses baru untuk memproduksi ciprofloxacin oleh Cadila Pharmaceuticals pada tahun 1986, yang telah dipatenkan di beberapa negara dan mendapatkan royalti untuk India.
1990-2005: Era liberalisasi dan globalisasi
Industri farmasi India menghadapi serangkaian tantangan dan peluang baru pada 1990-an karena kebijakan liberalisasi ekonomi dan globalisasi yang diprakarsai oleh pemerintah.
Pemerintah mengurangi tarif dan kuota impor, menghapus persyaratan lisensi untuk unit baru dan perluasan, mengizinkan investasi asing langsung (FDI) hingga 51%, menghapus kontrol harga obat non-esensial, menderegulasi ekspor obat, dan menandatangani berbagai perjanjian internasional seperti General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), World Trade Organization (WTO), Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), dll.
Kebijakan ini membuat perusahaan India menghadapi persaingan yang semakin ketat baik dari pemain domestik maupun asing, serta lebih tinggi