Era Globalisasi dan VUCA

Era globalisasi yang terjadi sekarang telah memperkenalkan kita pada suatu konsep bernama VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang menjelaskan tentang sifat tantangan masa depan dan sifat dari perubahan yang sedang dan akan kita hadapi di dunia. Salah satu contoh dari VUCA adalah berlangsungnya Revolusi Industri 4.0. Sejak tahun 2017, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan paling pesat seiring percepatan dan perkembangan produktivitas industri manufaktur. Kemajuan pertumbuhan ekonomi dan industri yang terjadi tidak terlepas dari pengaruh kemajuan teknologi., dimana saat ini adalah era pemberdayaan peran integrasi digital pada sektor industri yang dikenal sebagai Era Industri 4.0 (Suharman dan Murti, 2019).

Revolusi Industri 4.0 berdampak pada bidang teknologi yang telah mengaburkan batas antara fisik dan digital, yang membawa era globalisasi serta teknologi ke dalam tahap baru. Secara sederhana Revolusi Industri 4.0 dapat didefinisikan sebagaisuatu kondisi di mana kemajuan teknologi informasi, seperti kecerdasan buatan, teknologi super komputer, kendaraan otonom, dan internet, saling terintegrasi dan memengaruhi kehidupan manusia (Suharman dan Murti, 2019).

Industri 4.0 atau revolusi industri keempat (IR 4.0) adalah era industri transisi. IR 4.0 yang memberdayakan peran digitalisasi manufaktur pada jaringan suplai yang melibatkan integrasi informasi dari berbagai sumber dan lokasi untuk menggerakkan manufaktur dan distribusi secara fisik. Integrasi teknologi informasi dan teknologi operasi ini ditandai dengan konektivitas antara peran fisik ke digital dan ke fisik. IR 4.0 menerapkan Internet of Things (IoT) dan teknologi fisik pada kegiatan analisis, manufaktur, robotik, komputasi canggih, artificial intelligence, teknologi kognitif, advance materials dan augmented reality dalam melaksanakan siklus operasi bisnis (Bock, et al., 2019).

Implementasi teknologi IR 4.0 telah dimanfaatkan di industri farmasi dan manufaktur. Logika AI dapat mengidentifikasi dan mengendalikan formulasi obat. IoT dapat menghubungkan seluruh alat dan komponen manufaktur dalam satu jaringan komunikasi. WT dapat diterapkan pada alat pengidentifikasin secara real time kontinu. AR dapat dimanfaatkan untuk mengontrol temperatur system dan alat-alat teknologi. 3DP dapat dimanfaatkan untuk simulasi dalam melakukan formulasi obat dan simulasi produksi manufaktur serta customized order dari konsumen (Suharman dan Murti, 2019).

Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA)

VUCA merupakan singkatan dari Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Istilah tersebut awalnya diciptakan oleh US Army War College untuk menggambarkan geopolitik di Afghanistan dan Irak setelah perang dingin. Namun, kemudian istilah VUCA dipakai banyak korporasi untuk menggambarkan pesatnya kemajuan teknologi yang menuntut perubahan manajemen sangat cepat (Aribowo dan Wirapraja dalam Hendrarso, 2018).

VUCA



Pengaruh VUCA terhadap berbagai sektor

Pengertian VUCA menurut US Army War College (dalam Aribowo dan Wirapraja, 2018) sebagai berikut:

a.       Volatility (Bergejolak)

Komponen ini menggambarkan bahwa saat ini, tidak ada lagi bisnis yang dapat dijalankan dengan stabil akibat laju kemajuan teknologi. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyaknya inovasi yang didasarkan pada perkembangan teknologi yang pesat dan terus berubah. Menanggapi kondisi ini, pelaku bisnis juga dipaksa untuk berubah mengikuti kemajuan pemanfaatan teknologi. Perubahan tersebut terjadi dalam kecepatan eksponensial yang akan berdampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, dan politik, serta kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks ini, volatility menyasar pada industri yang sudah besar dan eksis menjadi bisnis yang sepi karena perubahan teknologi. Contohnya adalah shopping mall. Sebelumnya, orang pergi ke shopping mall untuk membeli barang, sehingga industri ini sangat ramai. Namun saat ini mereka tidak perlu pergi ke sana karena bisa belanja secara daring.

b.      Uncertainty (Ketidakpastian)

Komponen ini menggambarkan bahwa tidak ada yang dapat dipastikan dalam menjalankan sebuah roda perputaran bisnis. Ketidakpastian ini membuat kondisi pasar dan industri menjadi sulit untuk dipahami, diprediksi dan ditanggulangi. Menanggapi kondisi ini, banyak perusahaan yang memutuskan untuk “diam” dan tidak melakukan perubahan atas ketidakpastian yang terjadi. Umumnya tindakan ini diambil karena adanya perasaan tidak aman (insecurity) untuk berubah dalam situasi yang juga berubah.  Dalam dunia industri dan bisnis, tren yang sedang berkembang di tengah masyarakat tidak dapat diprediksi. Seperti contoh perkembangan tren kurs mata uang yang sangat susah ditebak, tren perkembangan fashion, hobi, dan makanan. Semua sudah tidak dapat diprediksikan.

c.       Complexity (Kekacauan)

Complexity dapat diartikan kompleksitas, namun dalam dunia industri diartikan adanya hubungan antara setiap parameter yang memberikan efek. Contoh parameter untuk kompleksitas adalah biaya, bahan baku, lingkungan, minat masyarakat dan lain – lain. Lingkungan akan berdampak pada minat masyarakat. Minat masyarakat akan mempengaruhi produksi, sehingga mempengaruhi bahan baku yang digunakan. Bahan baku akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan, begitu seterusnya. Setiap parameter tidak bisa diabaikan karena memiliki dampak terhadap industri tersebut. Beberapa dekade lalu, perusahaan cukup berfokus untuk mengejar profit atas bisnis yang dijalankan. Namun saat ini, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk membuat perusahaan tetap sustain dalam menghadapi derasnya persaingan industri. 

d.      Ambiguity (Kebiasan)

Salah satu hal yang disorot pada komponen ini adalah penggambaran sekat-sekat area bisnis yang kian mengabur. Di era sekarang, banyak pemain bisnis baru yang kehadirannya tidak dapat diduga. Pemain bisnis lama yang semula tidak bersinggungan dengan area bisnis kita, dapat mengekspansi area bisnisnya dan mengambil lahan yang sama, sehingga dapat dikategorikan sebagai kompetitor. Contoh konkret dari sekat- sekat bisnis yang bias adalah ekspansi bisnis yang dilakukan oleh provider ojek online di Indonesia.

Keempat hal ini mampu membuat disruption (kerusakan) industri secara tiba-tiba. Baik perubahan menjadi semakin berjaya atau terburuk, hingga pailit. Oleh sebab itu, setiap industri harus mampu mengenali disruption yang menimpa industri mereka melalu VUCA. Ini adalah kunci agar industri keberlangsungan industri dapat berjalan dan tidak putus di tengah jalan.

Permasalahan yang timbul saling terkait dan kompleks, sehingga membuat proses pengambilan keputusan seringkali ambigu, dan menyebabkan perubahan mindset bisnis. Perusahaan yang mampu bertahan di era VUCA adalah perusahaan yang mampu mengkombinasikan aspek visi, kompetensi dan budaya. Unsur-unsur tersebut diperkuat pula dengan inisiasi perusahaan dalam membangun inovasi untuk terus berkembang dalam mencapai tujuan bisnisnya (Hendrarso, 2018).

Fenomena disrupsi dan industri 4.0 akan memaksa universitas untuk mengubah orientasi pendidikan tinggi. Tidak hanya perusahaan-perusahaan besar kelas dunia yang telah mengalami disrupted (terganggu) dengan hadirnya teknologi masa kini. Perguruan tinggi pun terancam disrupted bila tidak segera melakukan perubahan dan penyesuaian peranan di dunia pendidikan (Hendrarso, 2018).

Industri 4.0

IR 4.0 atau Revolusi Industri 4.0 adalah era industrialisasi yang saat ini sedang menjadi arah tujuan bagi pembangunan dan pengembangan sektor industri dan manufaktur dunia. Istilah IR 4.0 tidak terlepas dari tiga era industri yang telah terjadi sebelumnya. Revolusi industri pertama ditandai dengan diperkenalkannya mesin uap, revolusi industri kedua ditandai dengan produksi masal. Revolusi industri ketiga ditandai dengan pemanfaatan teknologi elektronik dan teknologi informasi (Suharman dan Murti, 2019).

Tranformasi Industri

Era IR 4.0 pada prinsipnya adalah memberdayakan peran digitalisasi manufaktur dan jaringan suplai yang melibatkan integrasi informasi dari berbagai sumber dan lokasi. Pemanfaatan informasi digital tersebut digunakan untuk menggerakkan manufaktur dan distribusi fisik. Integrasi antara teknologi informasi dan teknologi operasi ini ditandai dengan koneksi perpindahan lompatan peran fisik ke digital ke fisik (Suharman dan Murti, 2019).

IR 4.0 memanfaatkan Internet of Things (IoT), teknologi fisik dan digital untuk keperluan analisis, manufaktur, robotik, komputasi canggih, artificial intelligence, teknologi kognitif, advance materials dan augmented reality dalam menjalankan siklus operasi bisnis. Terdapat 5 teknologi mendasar sebagai fundamental penguasaan teknologi terhadap daya saing suatu negara, industri manufaktur dan value chain proses produksi menyebutkan kelima teknologi tersebut adalah: 1) Artificial Intelligence (AI), 2) Internet of Things (IoT), 3) Wearables Technology (Augmented Reality – AR and Virtual Reality – VR), 4) Advanced Robotics, 5) 3D printing. Kelima teknologi Industri 4.0 ini mencakup keseluruhan arus logik (logical layer), arus konektivitas (connectivity layer) dan arus fisik (physical layer) (Suharman dan Murti, 2019).

. Pada era ini penggunaan kecerdasan buatan mulai digunakan dan diterapkan dalam proses bisnis misalnya mulai dikenal teknologi robotic process automation yang merupakan mesin untuk menggantikan tugas-tugas proses pelaporan, akuntansi, dan lain-lain di lingkungan industri. Seiring dengan meningkatnya kekuatan komputasi dan semakin tidak terbatasnya kemampuan untuk menyimpan informasi melalui big data, pelaku industri semakin yakin bahwa era paska 2017, kecerdasan buatan akan semakin besar peranannya di berbagai industri, dan semakin mampu untuk terlibat dalam berbagai keputusan operasional dan strategis (Suharman dan Murti, 2019).

IR 4.0 saat ini telah banyak diterapkan di Industri Farmasi dan telah mendapatkan dukungan dari para stakeholder untuk menjamin keamanan dan perlindungan masyarakat. Industri farmasi pada awalnya masih menerapkan sistem batch manufacturing yang bercirikan multi-step, kaku, dan dengan peralatan skala besar. Penerapan IR 4.0 telah mengubah konsep batch manufacturing menjadi konsep continous yang sederhana dan akurat. Continuous manufacturing melibatkan sistem transportasi yang baik sehingga dapat menghemat waktu dan mengurangi faktor kesalahan manusia karena semuanya terintegrasi dan terkontrol (Suharman dan Murti, 2019).

Perbedaan mendasar antara sistem batch manufaktur dengan continous manufaktur pada industri farmasi secara umum manufaktur obat terdiri dari lima unit operasi yaitu sintesis, kristalisasi, pencampuran, granulasi dan kompaksi produk dengan coating. Konsep continuous manufacture tetap menjalankan tahapan tahapan produksi, tetapi terintegrasi dengan proses sistem kontrol yang memungkinkan proses berjalan secara kontinu dan terkendali sehingga membutuhkan waktu yang lebih singkat dan alat–alat yang digunakan bervolume lebih kecil. Pemanfaatan 3DP berbasis kontrol digital terhadap material juga sudah dimanfaatkan untuk menghasilkan obat dengan geometri yang lebih spesifik (Suharman dan Murti, 2019).

Proses manufaktur kontinu telah mengadopsi konsep satuan unit operasi yang saling bersambungan mulai dari sintesis, kristalisasi, pencampuran, granulasi dan pelapisan dengan kapsul. Di L.B. Bohle’s Technology Center di Ennigerloh Jerman telah dilakukan pengembangan produk farmasi yang portable, miniatur dan modular berbasis dosis sehingga memungkinkan konsumen dapat menentukan sendiri produksinya dan menjalankan proses kontrol system secara terintegrasi (Suharman dan Murti, 2019).

Keuntungan manufaktur kontinu adalah proses mengintegrasikan semua tahapan produksi dari mulai produksi hingga sistem kontrol yang baik dengan biaya yang murah serta dengan kecepatan produksi yang lebih baik. Jika ditinjau perbandingannya dengan sistem batch, maka dalam waktu 24 jam yang sama sistem kontinu mampu memproduksi obat lebih banyak. Demikian pula ditinjau dari kualitas produk, sistem kontinu lebih terkontrol karena waktu tinggal dan proses antara yang bisa diminimalisasi. Peralatan yang digunakan juga relatif lebih kecil sehingga maintenance lebih mudah. Demikian pula mampu mengurangi kemungkinan produk terkontaminasi karena produksi terjadi secara kontinu dalam satu line produksi yang terintegrasi (Suharman dan Murti, 2019).

Implementasi teknologi IR 4.0 telah dimanfaatkan di industri farmasi dan manufaktur. Logika AI dapat mengidentifikasi dan mengendalikan formulasi obat. IoT dapat menghubungkan seluruh alat dan komponen manufaktur dalam satu jaringan komunikasi. WT dapat diterapkan pada alat pengidentifikasin secara real time kontinu. AR dapat dimanfaatkan untuk mengontrol temperatur system dan alat-alat teknologi. 3DP dapat dimanfaatkan untuk simulasi dalam melakukan formulasi obat dan simulasi produksi manufaktur serta customized order dari konsumen (Suharman dan Murti, 2019).

Internet of Things (IoT)

IoT merupakan salah satu dari lima teknologi utama dalam IR 4.0. Masing-masing komponen teknologi telah dimanfaatkan pada industri farmasi dan manufaktur. IoT dapat menghubungkan seluruh alat dan komponen manufaktur dalam satu jaringan komunikasi.  Internet of Things (IoT) adalah sebuah konsep dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan adanya interaksi dari manusia ke manusia atau dari manusia ke komputer. Internet of Things (IoT) adalah struktur di mana objek, orang disediakan dengan identitas eksklusif dan kemampuan untuk pindah data melalui jaringan tanpa memerlukan dua arah antara manusia ke manusia yaitu sumber ke tujuan atau interaksi manusia ke komputer. (Burange & Misalkar, 2015).

Internet of Things di berbagai aspek kehidupan

Teknologi IoT memuat setidaknya tiga elemen yang berkembang secara terpisah yaitu teknologi konektivitas melalui internet, teknologi sensor, dan teknologi penyimpanan data (cloud). Penerapan IoT untuk manufaktur dan manajemen rantai pasok telah menjadi populer pada berbagai industri. Peralatan yang terhubung, tracking manusia dan barang, manajemen siklus hidup sampel, dan pemantauan rantai dingin adalah salah satu aplikasi IoT pada industry. Inti dari IoT adalah adanya mekanisme akuisisi data pada level Programmable Logic Control (PLC) dan sistem supervisor, kemudian data terproses dalam Cloud Computing yang menjadikan terkoneksi dengan Management Excecution System (MES) dan ERP (manajemen puncak) (Suharman dan Murti, 2019)

Beberapa keuntungan dari penggunaan IoT adalah smart equipment yaitu pengumpulan data operasional dan status (runtime, suhu, data kesiapan operasi, data kebersihan, data pemeliharaan, dll) sehingga didapatkan informasi real time terkait penjadwalan kegiatan secara dinamis, running analitik yaitu data digunakan untuk memprediksi kapan peralatan akan dimatikan, sensor yaitu mengumpulkan meta data untuk analisis dalam mengidentifikasi dan mengurangi penyebab variabilitas proses dan peningkatan produksi, visibilitas yaitu mengetahui pergerakan material dengan teknologi pelacakan dan pemantauan (Suharman dan Murti, 2019).

Cara kerja dari IoT yaitu setiap benda harus memiliki sebuah alamat Internet Protocol (IP). Alamat Internet Protocol (IP) adalah sebuah identitas dalam jaringan yang membuat benda tersebut bisa diperintahkan dari benda lain dalam jaringan yang sama. Selanjutnya, alamat Internet Protocol (IP) dalam benda-benda tersebut akan dikoneksikan ke jaringan internet. Saat ini koneksi internet sudah sangat mudah didapatkan. Dengan demikian pengguna dapat memantau benda bahkan memberi perintah (remote control) kepada benda tersebut dengan koneksi internet. Setelah sebuah benda memiliki alamat IP dan terkoneksi dengan internet, pada benda tersebut juga dipasang sebuah sensor. Sensor pada benda memungkinkan benda tersebut memperoleh informasi yang dibutuhkan. Setelah memperoleh informasi, benda tersebut dapat mengolah informasi itu sendiri, bahkan berkomunikasi dengan benda-benda lain yang memiliki alamat IP dan terkoneksi dengan internet juga. Terjadi pertukaran informasi dalam komunikasi antara benda-benda tersebut. Setelah pengolahan informasi selesai, benda tersebut dapat bekerja dengan sendirinya, atau bahkan memerintahkan benda lain juga untuk ikut bekerja. Hal ini merupakan kelebihan dari IoT. IoT sangat baik bila dikembangkan di Indonesia untuk mengatasi beberapa masalah yang dapat mengefisienkan waktu, tenaga, dan sebagainya, sehingga membuat pengunaan energi semakin maksimal dan menyelesaikan masalah dengan teknolog (Wilianto dan Kurniawan, 2018).

VUCA dan Apoteker

Contoh kasus

Apakah mata kuliah yang tidak diberikan di kuliah akan tetapi menjadi penting untuk perkejaaan sebagai apoteker di industri farmasi terkait perkembangan IoT, industri 4 0 dan kondisi VUCA? Jelaskan apa yang harus dilakukan mahasiswa tersebut dari semester 1-8.

Penyelesaian

Menurut The Global Competitiveness Report (2018) kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan pada tahun 2020 (Era revolusi industri 4.0) sebagai berikut:

  1. Kemampuan memecahkan masalah yang kompleks (Complex Problem Solving)
  2. Kemampuan berpikir kritis (Critical Thinking)
  3. Memiliki kreativitas (Creativity)
  4. Memiliki kemampuan dalam Manajemen SDM (People Management)
  5. Mampu berkoordinasi dengan orang lain (Coordinating with Others)
  6. Memiliki kecerdasan emosional (Emotional Intelligence)
  7. Mampu mempertimbangkan dan membuat Keputusan (Judgement & Decision

Making)

  1. Berorientasi pada Pelayanan (Service Orientation)
  2. Memiliki kemampuan bernegosiasi (Negotiation)
  3. Memiliki fleksibilitas kognitif (Cognitive Flexibility)

Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut mampu membekali para peserta didik dengan keterampilan abad 21 (21st Century Skills). Keterampilan ini adalah ketrampilan peserta didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif serta keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Selain itu keterampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta terampil menggunakan informasi dan teknologi.

Fenomena revolusi industri 4.0 ini membawa banyak pengaruh. Baik positif maupun negatif bagi masyarakat. Semua pola kehidupan akhirnya menuju era digitalisasi. Dampak itu juga dirasakan bagi dunia pendidikan tinggi. Karenanya, harus ada upaya baru untuk menghadapi tantangan yang sudah tidak lagi sama. Adalah bodoh rasanya jika tantangan yang berbeda-beda, tetapi kita menghadapi dengan cara yang sama. Harus ada terobosan dalam mempersiapkan peserta didik: mahasiswa sebagai calon tenaga kerja (Risdianto, 2019).

Salah satu upaya yang bisa terus ditingkatkan adalah pola pembinaan mahasiswa. Pembinaan mahasiswa selama ini sering dilihat dari sisi akademik semata. Sementara mahasiswa merupakan peserta didik yang harus dilihat utuh. Tidak hanya prestasi akademiknya. Tetapi juga sisi lain: attitude atau yang biasa disebut soft skill. Inilah ruang kosong yang belum teroptimalkan dalam proses pembelajaran mahasiswa. Kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap mahasiswa sebagai input bahan baku dunia pendidikan. Memandang mahasiswa sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Tidak lagi terpisah antara hard skill dengan soft skill. Cara pandang yang sekadar melihat mahasiswa sebagai peserta didik yang harus dibina hard skill-nya saja sudah tidak relevan lagi di zaman seperti ini.

Melihat fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa farmasi memerlukan mata kuliah yang berorientasi pada pendidikan karakter, pengembangan softskill, dan inovasi yang sesuai dengan era Industri 4.0. Mata kuliah yang seharusnya diwajibkan bagi mahasiswa farmasi adalah pengembangan softskill yang di dalamnya mencakup Leadership dan Entrepreneurship, digital technology yang berisikan pembelajaran mengenai teknologi digital untuk membekali mahasiswa menghadapi era digitalisasi era industri 4.0. dan Internship sebagai media untuk melatih hardskill dan softskill secara langsung..

Materi leadership yang memiliki standar capaian yaitu soft skill: problem solving, coordinate with others, critical thinking,  emotional intelligence dan cognitive flexibility.  Diperlukan infrastruktur laboratorium leadership. Institusi diharapkan dapat fokus menciptakan lulusan berkarakter leader. Walaupun mereka tidak semua menjadi leader, maka minimal menjadi follower yang baik. Harus ada konsep baru bagaimana leadership itu dibangun secara terukur. Itu dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur laboratorium kepemimpinan. Infrastruktur bisa berupa aturan hirarki kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa maupun pola pembelajaran leadership.

Materi  entrepreneurship menjadi penting bagi mahasiswa farmasi, mengingat di era I.R. 4.0 dibutuhkan SDM yang inovatif. Di jurusan farmasi sendiri terdapat mata kuliah manajemen apotek, dimana artinya mahasiswa farmasi sebenarnya sudah dibekali hard skill untuk menjadi seorang entrepreneur. Hal ini sepatutnya didukung dengan soft skill entrepreneur seperti creativity, people management, judgment and decision making, service orientation, dan negotiation walaupun bila mereka di masa depan tidak menjadi entrepreneur tapi mereka mempunyai skill entrepreneur yang dibutuhkan di era VUCA.

Semua softskill tersebut adalah softskill yang dibutuhkan di industri 4.0 yang merupakan bagian dari era VUCA. Selain itu kampus perlu menghybrid softskill dan hardskill seperti kemampuan penguasaan digital technology dan keilmuan farmasi.

Apa yang perlu dilakukan mahasiswa dalam rangka menghadapi tantangan IR 4.0 selama semester 1-8?

  • Semester 1: Perubahan mindset

Mahasiswa semester 1 cenderung ambisius dan memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga pada semester ini harus ditanamkan growth mindset. Mindset untuk terus berkembang dan berpikir kritis seperti konsep VUCA yang siap menghadapi segala perubahan.

  • Semester 2: Tumbuhkan minat baca dan menulis ilmiah.

Mahasiswa semester 2 sebaiknya dilatih untuk giat membaca literatur dan membuat ide melalui karya ilmiah. Hal ini juga akan berguna ketika sedang mengerjakan skripsi. Kita perlu secara serius mengurai langkah-langkah untuk menumbuhkan semangat atau minat ilmiah di kampus. Salah satunya bisa berupa pelatihan penulisan karya ilmiah yang berbasis outcome. Pelatihan ini akan memiliki outcome berupa proposal penelitian yang siap diajukan dalam berbagai hibah kompetisi ilmiah.

  • Semester 3: Mahasiswa bergabung dengan UKM.

UKM dapat melatih soft skill mahasiswa yang belum diajarkan di perkuliahan formal, seperti komunikasi, leadership, problem solving, dan kreatvitas.

  • Semester 4: Mahasiswa mulai menambah pengetahuan tentang era industri 4.0 melalui workshop dan seminar.

Hal ini dapat membantu membina mahasiswa dan menambah wawasan terkait industri 4.0.

  • Semester 5-6: Mulai mencoba mempraktikkan ilmu yang diperoleh melalui program magang.

Selain dapat mengaplikasikan ilmu hardskill, magang juga dapat membantu mengasah softskill karena berinteraksi langsung dengan masyarakat di luar kampus.

  • Semester 7-8: Menambah wawasan dengan mempelajari ilmu baru yang berkaitan dengan softskill yang dibutuhkan di era VUCA.

Menurut saya, hal ini penting untuk mempelajari hal di luar kefarmasian, seperti ekonomi, pasar uang, perbankan, teknologi, lingkungan, dsb. Karena pada dasarnya semua ilmu itu saling terkait dan berpengaruh satu sama lain. Contohnya, dalam mengembangkan inovasi terbaru, kita harus melihat kondisi perekonomian negara. Sehingga bisa menentukan apakah inovasi tersebut layak dikembangkan di negara tersebut.

Contoh saat ini di era pandemic covid-19 yang sangat mempengaruhi perekonomian hampir semua negara di dunia. Sehingga sektor perdagangan, pertambangan, pertanian sempat lesu. Tapi sektor telekomunikasi sangat berkembang. Sehingga banyak bisnis provider melihat kesempatan ini sebagai peluang bisnis, karena hampir semua kegiatan masyarakat dilakukan secara work from home.

Daftar Pustaka

Hendrarso, Panji. 2020. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia di Perguruan Tinggi

menuju Era VUCA : Studi Fenomenologi Pada Perguruan Tinggi Swasta. Prosiding Seminar Stiam P- ISSN 2355-2883. Volume 7, No. 2.

Suharman dan Hari Wisnu Murti. 2019. Kajian Industri 4.0 untuk Penerapannya di Indonesia.

Jurnal Manajemen Industri dan Logistik. Vol.03 NO. 01: 01-13.

Risdianto, Eko. 2019. Analisis Pendidikan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0.

Researchgate.file:///C:/Users/HP/Downloads/AnalisisPendidikanIndonesiadiEraRevolusiIndustri4.0.pdf. Diakses tanggal 21 Oktober 2020.

Wilianto dan Ade Kurniawan. 2018. Sejarah, Cara Kerja dan Manfaat Internet of Things.

Jurnal Matrix., Vol. 8, No. 2: 36-41.

Kontributor : Rany Octaviana Adsari

M. Fithrul Mubarok
M. Fithrul Mubarokhttps://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini