Limbah di Pabrik Farmasi

Sistem penanganan limbah di Pabrik farmasi dikenal istilah Waste Management System yang merupakan tanggung jawab dari unit Health, Safety, and Environment (HSE).

HSE Departement bertanggung jawab salah satunya terhadap lingkungan yaitu meminimalkan dampak ke lingkungan dari kegiatan bisnis.

limbah di pabrik farmasi
limbah di pabrik farmasi

Jenis Limbah di Pabrik Farmasi

Limbah merupakan sisa dari suatu kegiatan usaha. Limbah yang terdapat di Pabrik farmasi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu limbah B3 dan limbah non B3. Limbah B3 adalah limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifatnya dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Limbah non B3 adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik dan tidak mempunyai dampak yang membahayakan lingkungan. Terdapat juga jenis limbah daur ulang yang merupakan limbah B3 dan non B3 yang masih bisa diproses lebih lanjut menjadi produk lain yang bisa dimanfaatkan dan/atau bisa digunakan kembali. Pengelolaan limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 18 tahun 1999.

Limbah di pabrik farmasi yang dihasilkan oleh setiap proses dikumpulkan di tempat yang telah di tentukan di masing-masing area kerja. Khusus limbah yang terdapat di ruang kelas 3 produksi, jika ingin memindahkan limbah menuju ruang transit material, maka dilapisi dengan kantong plastik limbah. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi di clean corridor. Tata cara pengumpulan limbah diatur menurut golongan/klasifikasinya sebagai berikut :

1.Limbah Pabrik Farmasi B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), meliputi :

  • Use rags (semua bahan pengemas/ sarung tangan/ masker/ disposable coat/ kain lap yang terkontaminasi produk/ bahan kimia atau berbahaya lainnya)
    • Raw material/ pharmaceutical (meliputi : rejected raw material, sisa pemeriksaan atau IPC, obat afkir tanpa kemasan, rejected bulk)
    • Laboratory waste (dikelompokkan menjadi limbah organik, anorganik, garam, asam, basa, limbah biologi, sisa-sisa reagen lainnya)
    • Expired/ rejected product (meliputi : retained sample, reject product/ produk yang tidak digunakan lagi karena alasan tertentu)
    • Debu dari dust collector
  • Limbah baterai
  • Limbah lampu
  • Limbah medis (meliputi : obat klinik yang kadaluarsa, sarung tangan bekas, masker bekas, kasa/perban bekas, sisa treatment P3K, jarum suntik dan lain-lain)

Catatan : Limbah cair bekas pencucian alat di produksi maupun di laboratorium tidak termasuk dalam golongan ini karena telah dilakukan penanganan secara khusus melalui proses Waste Water Treatment.

2.Limbah domestik non B3, meliputi sampah dari kegiatan kantor dan lainnya yang tidak membahayakan lingkungan dan tidak dapat di daur ulang.

3. Limbah daur ulang

  • Limbah daur ulang non B3, meliputi limbah berbahan kertas, plastik, gelas, aluminium, kayu yang tidak terkontaminasi B3
  • Limbah daur ulang B3, meliputi limbah oli dan aki bekas

Setiap area yang menghasilkan limbah harus melakukan pencatatan limbah ke dalam form Waste Inventory. Limbah di pabrik farmasi yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya lalu dikemas dengan kemasan yang sesuai dengan syarat yaitu tertutup rapat dan kuat selama penyimpanan dan pengangkutan/transportasi. Penulisan identitas limbah diperlukan bertujuan untuk mencegah tercampurnya limbah. Pengiriman limbah ke tempat pengumpulan limbah mengikuti alur yang berlaku. Pada intinya untuk limbah B3 akan berakhir di Hazardous Waste Storage (kecuali berupa cairan  yang akan dibuang langsung ke drainage lalu dialirkan ke Waste Water Treatment Plant) sedangkan untuk limbah non B3 ditampung di penampungan limbah non B3. Khusus untuk limbah yang dapat di daur ulang akan disimpan dalam gudang recycle waste yang selanjutnya di kirim ke pihak ketiga yang berkompeten dalam hal pemanfaatan kembali. Dalam hal ini HSE akan melakukan pencatatan limbah B3.

Pemusnahan limbah di pabrik farmasi dipengaruhi oleh jenis limbah. Untuk limbah B3, pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga sesuai dengan aturan yang berlaku serta diaudit oleh Pabrik farmasi. Sebelum dikirim ke tempat pemusnahan, limbah disusun di atas palet atau dikemas dengan kemasan yang lebih besar berdasarkan waste profile yang kemudian ditutup dengan plastic warp dan diberi label. Setiap pallet hanya boleh berisi satu waste profile. Setiap pengiriman limbah ke pihak ketiga pemusnah limbah perlu menyiapkan surat jalan. Setelah dilakukan pemusnahan limbah, maka pihak ketiga pemusnah limbah akan menerbitkan berita acara pemusnahan yang disaksikan oleh Pabrik farmasi jika diperlukan. Sedangkan untuk limbah non B3 yang tidak bisa dimanfaatkan kembali diserahkan kepada dinas DKI Jakarta untuk proses pengangkutan dan pembuangan ke TPA (Tempat Pengolahan Akhir) sampah. Untuk limbah yang dapat di daur ulang jenis limbah non B3 dapat dimanfaatkan kembali melalui proses reuse atau recycle oleh pihak ketiga sedangkan untuk jenis limbah B3 harus diserahkan kepada pihak ketiga yang mempunyai ijin dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). Seluruh limbah yang dihasilkan (limbah B3 dan non B3) harus tiap 3 bulan sekali dilaporkan ke KLH.

Pengolahan limbah cair non B3 dilakukan dengan menggunakan sistem WWTP (Waste Water Treatment Plant) sebelum akhirnya air dibuang ke lingkungan.  Air  berasal  dari  pabrik ini  harus  diolah  terlebih  dahulu karena

masih mengandung zat yang berbahaya sehingga dapat mencemari lingkungan. Prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut

  1. Limbah dari office building akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari bangunan serbaguna, Quality Control (QC), dan Workshop akan masuk septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-lain)
  2. Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi.
  3. Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level di mana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses  aerasi ini  digunakan  proses  biologi  aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam).
  • Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke cleanwater tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap.
  • Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke pihak ketiga untuk proses lebih lanjut.
  • Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam     pre-treatment   tank   untuk  merusak  struktur  molekul  antibiotik sehingga    tidak   mengganggu    proses    aerasi    karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank.
M. Fithrul Mubarok
M. Fithrul Mubarokhttps://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini