Review Deviasi dengan Metode SOD (Severity Occurence Detection)

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai penyimpangan atau deviasi, berbeda dengan sebelumnya pembahasan kali ini mengenai penyimpangan dengan metode SOD. Apakah penyimpangan dan SOD itu? Mari kita simak.

FMEA adalah metode yang digunakan untuk mencegah kesalahan yang mungkin dapat terjadi di masa depan. Sebagaimana kepanjangannya yaitu Failure Mode Effect Analysis, artinya adalah analisa yang dilakukan untuk menemukan efek apa saja yang dapat berpotensi membuat kesalahan di suatu produk atau proses produksi. Tool FMEA ini menggunakan pendekatan SOD yaitu severity occurence dan detection. Jadi perhitungan RPN pada FMEA menggunakan pendekatan SOD.

bagan FMEA untuk deviasi
Bagan FMEA

Deviasi atau yang sering disebut dengan penyimpangan adalah adalah semua kejadian yang tidak direncanakan ataupun pada kondisi tertentu akan terjadi potensi penyimpangan selama dan / atau sesudah proses pembuatan obat. Deviasi dapat dibedakan menjadi deviasi yang direncanakan dan deviasi tidak direncanakan. Deviation Report merupakan laporan tentang adanya perubahan yang terjadi tanpa direncanakan atau  penyimpangan dari standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Deviation berdasarkan kemungkinan menyebabkan terjadinya efek yang tidak baik terhadap pasien atau konsumen dapat diklasifikasikan menjadi critical, major dan minor. Manajemen deviasi merupakan salah satu sistem dokumentasi yang wajib diterapkan oleh setiap industri farmasi dalam melakukan kontrol terhadap segala aspek pembuatan obat

Ketika terjadi adanya penyimpangan, maka Manager/Asisten Manager dan Supervisor departemen yang bersangkutan harus segera melakukan investigasi dan membuat laporan tertulis berupa deviation report (DVR). Selain itu pihak yang memiliki deviation report harus secepat mungkin mengidentifikasi penyebab deviasi (the root cause analysis) menggunakan “root cause diagram” (fish bone diagram). Setelah investigasi penyebab telah selesai dilakukan maka disusunlah CAPA. Deviation Report berisi deskripsi dari deviasi yang terjadi, remedial action yang telah dilakukan, root cause analysis, investigation report, proposed CAPA, serta disposisi dari Quality Assurance Operational Manager

Deviasi yang direncanakan yaitu deviasi yang sengaja dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu. Contoh dari deviasi yang direncanakan yaitu adanya keperluan untuk perbesaran batch dalam proses produksi suatu item obat, sehingga memerlukan bahan-bahan dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan yang tertera pada formula standar. Sedangkan deviasi yang tidak direncanakan yaitu adanya kesalahan yang tidak diperkirakan dan berpotensi menyebabkan hasil produk yang tidak sesuai dengan kualitas yang diinginkan.

Tahapan penanganan deviasi yang dilakukan sesuai di pabrik farmasi yaitu:

a. Menganalisis laporan deviasi yang diajukan

Analisis dilakukan mulai dari kronologi kejadian sehingga didapatkan informasi mengenai deviasi apa yang terjadi, waktu dan tempat kejadian deviasi dan siapa operator atau officer yang bertugas, runtutan kejadian, dan dugaan sementara untuk alasan yang menyebabkan deviasi. Analisis ini juga beguna untuk menentukan risiko yang diakibatkan dari deviasi yang terjadi.

b. Menentukan klasifikasi risiko dari deviasi

Hasil dari penentuan klasifikasi risiko digunakan untuk memperkirakan besarnya risiko akibat deviasi tersebut dan tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan mencegah deviasi tersebut terulang kembali.

Penilaian risiko dilakukan dengan melihat 3 parameter dan memperkirakan besar pengaruhnya dengan menggunakan penilaian, yaitu :

Severity of Effect (S)

Merupakan besarnya dampak atau tingkat keparahan yang diakibatkan oleh deviasi yang terjadi.

Penilaian:

Kriteria penilaian nilai 5 (lima): Sangat signifikan terhadap CPOB/GMP atau membahayakan kehidupan pasien.

Nilai 3 (tiga) : Signifikan terhadap CPOB/ GMP atau berpengaruh terhadap pasien.

Nilai 1 (satu) : Sedikit berpengaruh terhadap CPOB/GMP atau tidak berpengaruh terhadap pasien.

Occurence (O)

Merupakan     besarnya    kemungkinan atau frekuensi    kejadian.

Penilaian:

Nilai 5 (lima): Sangat sering

Nilai 3 (tiga) : Sering

Nilai 1 (satu): Jarang

Detection (D)

Merupakan besarnya kemungkinan deviasi dapat segera dideteksi sebelum risiko yang lebih lanjut terjadi. Semakin tinggi kemungkinan deviasi menurunkan nilai risiko (scoring). Penilaian:

Nilai 1 (satu) : Sangat mudah dideteksi atau banyak mekanisme untuk mendeteksi yang dapat dipercaya.

Nilai 3 (tiga) : Mudah dideteksi atau lebih dari satu mekanisme untuk mendeteksi yang dapat dipercaya.

Nilai 5 (lima): Sulit atau tidak dapat dideteksi atau tanpa adanya mekanisme untuk mendeteksi atau metode belum dapat dipercaya.

Selanjutnya  dihitung  besarnya  risiko  atau  Risk  Priority Number

(RPN) dengan rumus : RPN = S x O x D

Keterangan :

S : Severity of Effect

O : Occurance

D : Detection

Deviasi kemudian dikategorikan berdasarkan hasil penilaian risiko,

yaitu:

·       Critical: Deviasi yang berpotensi membahayakan kesehatan, melanggar regulasi yang berlaku baik terhadap regulasi produksi maupun pemasaran.

·       Major: Deviasi terhadap sistem CPOB/ GMP yang berpotensi memiliki dampak terhadap kualitas produk akhir. Termasuk pula kumpulan deviasi minor yang mengacu pada kegagalan sistem.

·       Minor: Deviasi yang terjadi pada prosedur-prosedur yang ada dan tanpa adanya dampak terhadap kualitas produk akhir.

c.   Menentukan Corrective and Preventive Action (CAPA)

Corective And Preventive Action (CAPA) merupakan suatu tindakan untuk mengatasi deviasi yang terjadi dan juga membuat tindakan preventif agar deviasi tersebut tidak terjadi lagi.

d.  Persetujuan dan verifikasi CAPA

CAPA dapat disetujui untuk masuk ke tahapan selanjutnya atau CAPA diperbaiki dahulu bila masih terdapat kekurangan.

e.  Penutupan kasus deviasi

Kasus deviasi dalam satu periode waktu tertentu yang sudah ditutup kemudian di-review berdasarkan rootcause atau akar permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya deviasi. Kategori rootcause deviasi yang ada yaitu:

–          Fasilitas

–          Formula

–          Human error (inkonsistensi pelaksanaan prosedur)

–          Human error (kurangnya kecakupan prosedur)

–          Mesin dan peralatan

–          Material

–          Metode

–          Proses

–          Supplier

–          Sistem

–          Instrumen atau utilitas

Deviasi yang terjadi diurutkan berdasarkan rootcause yang terbanyak. Setelah diketahui kategori rootcause terbanyak yang menyebabkan deviasi, selanjutnya dilakukan analisis terhadap area yang terdampak oleh rootcause tersebut. Metode paling umum dalam menetukan root causenya adalah dengan diagram ishikawa.Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui keberulangan dan perkembangan deviasi yang teradi. Selain itu dapat diketahui juga keberhasilan CAPA yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga dapat ditentukan improvisasi apa yang perlu dilakukan untuk mendukung CAPA dan meminimalisir deviasi untuk periode waktu selanjutnya.

Demikian  sharing informasi  saya mengenai penyimpangan  dan cara pembuatan laporannya.

Semoga Bermanfaat

Salam

M. Fithrul Mubarok, M. Farm.,Apt

https://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini