Efektivitas Pengawet Sediaan Obat di Industri Farmasi

Efektivitas Pengawet apa itu ?

Efektivitas pengawet pada sediaan obat adalah kemampuan pengawet untuk melindungi sediaan obat dari kontaminasi mikroorganisme yang dapat merusak kualitas, keamanan, dan efektivitas sediaan obat. Efektivitas pengawet dapat diuji dengan menggunakan metode challenge test, yaitu metode yang menguji kemampuan pengawet dalam menghambat atau membunuh mikroorganisme yang ditambahkan secara sengaja ke dalam sediaan obat selama periode waktu tertentu. Efektivitas pengawet harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh farmakope, seperti Farmakope Indonesia1, USP2, BP3, EP, atau ISO.

Pengawet antimikroba adalah zat yang ditambahkan ke dalam produk farmasi yang tidak steril atau wadah multi-dosis untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin masuk secara tidak sengaja, baik selama proses pembuatan atau penggunaan produk. Pengawet antimikroba sangat penting untuk menjaga kualitas, keamanan, dan efektivitas produk farmasi, terutama yang berbentuk cairan, gel, krim, atau salep.

efektivitas pengawet

Jenis-Jenis Pengawet Antimikroba

Ada banyak jenis pengawet antimikroba yang digunakan dalam industri farmasi untuk mengawetkan obat, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia, mekanisme, dan spektrum aksi antimikroba, konsentrasi efektif optimal, dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitasnya. Beberapa contoh pengawet antimikroba yang umum digunakan adalah:

  • Paraben, yaitu ester asam amino benzoat, yang memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap bakteri Gram-positif, ragi, dan jamur daripada bakteri Gram-negatif. Aktivitasnya meningkat dengan meningkatnya panjang rantai alkil, tetapi kelarutan airnya menurun. Paraben sering digunakan dalam kombinasi, misalnya metil dan propil paraben.
  • Benzalkonium klorida (BKC), yaitu senyawa amonium kuartener, yang memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap bakteri Gram-negatif daripada bakteri Gram-positif. Aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menggabungkan dengan EDTA, alkohol benzil, 2-feniletanol, atau 3-fenilpropanol.
  • Asam sorbat dan garamnya, yaitu senyawa asam karboksilat tak jenuh, yang memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap ragi dan jamur daripada bakteri. Aktivitasnya tergantung pada pH larutan, dengan optimal pada pH 4-6.
  • Asam benzoat dan garamnya, yaitu senyawa asam karboksilat aromatik, yang memiliki aktivitas lebih tinggi terhadap bakteri Gram-positif dan ragi daripada bakteri Gram-negatif dan jamur. Aktivitasnya juga tergantung pada pH larutan, dengan optimal pada pH 2,5-4.

Cara Memilih Pengawet Antimikroba

Memilih pengawet antimikroba yang tepat untuk produk farmasi bukanlah tugas yang mudah, karena ada banyak kendala yang harus dipertimbangkan, seperti:

  • Standar kinerja yang tinggi. Pengawet antimikroba harus mampu mengurangi populasi mikroba secara signifikan dan mencegah pertumbuhan kembali, serta memiliki spektrum aktivitas yang luas, mencakup bakteri, ragi, jamur, dan cetakan.
  • Toksisitas yang rendah. Pengawet antimikroba harus aman bagi manusia, tidak menyebabkan iritasi, alergi, atau efek samping lainnya pada dosis yang digunakan.
  • Kompatibilitas yang baik. Pengawet antimikroba harus sesuai dengan bahan aktif, bahan tambahan, dan wadah produk, serta tidak mengganggu stabilitas kimia dan fisik produk.
  • Ketersediaan dan biaya yang masuk akal. Pengawet antimikroba harus mudah didapatkan, memiliki harga yang terjangkau, dan memiliki masa simpan yang lama.

Untuk memilih pengawet antimikroba yang sesuai, diperlukan pendekatan ilmiah yang melibatkan beberapa langkah, seperti:

  • Menentukan jenis dan jumlah mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi produk, berdasarkan sumber, rute, dan frekuensi kontaminasi.
  • Menentukan konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan konsentrasi minimal bakterisida (MBC) dari berbagai pengawet antimikroba terhadap mikroorganisme target, menggunakan metode standar seperti uji cakram difusi atau uji pengenceran seri.
  • Menentukan konsentrasi pengawet antimikroba yang optimal untuk produk, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitasnya, seperti pH, suhu, ion, adsorben, dan interaksi dengan bahan lain.
  • Melakukan uji efikasi pengawet antimikroba, dengan mengikuti metode yang ditetapkan oleh farmakope, seperti USP, EP, atau BP, yang melibatkan penambahan mikroorganisme uji ke dalam produk dan mengukur jumlah mikroorganisme yang hidup setelah periode waktu tertentu.
  • Melakukan uji stabilitas produk, dengan menyimpan produk dalam kondisi yang berbeda dan mengukur parameter-parameter yang berkaitan dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas produk, seperti pH, viskositas, warna, bau, dan kadar bahan aktif.

Demikianlah tulisan blog yang saya buat berdasarkan artikel yang Anda berikan. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menarik bagi pembaca Anda. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang pengawet antimikroba.

sumber-sumber :

1: Modern Preservatives of Microbiological Stability (Review) 2: Antimicrobial Preservatives Part Two: Choosing a Preservative 3: Antimicrobial Preservative Efficacy Testing 4: 5.1.3. EFFICACY OF ANTIMICROBIAL PRESERVATION 5: Effectiveness of Antimicrobial Preservatives in Pharmaceutical Drugs

https://farmasiindustri.com
M. Fithrul Mubarok, M.Farm.,Apt adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Indonesia, pendiri dan pengarang dari FARMASIINDUSTRI.COM sebuah blog farmasi industri satu-satunya di Indonesia. Anda dapat berlangganan (subscribe) dan menfollow blog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Email: [email protected] WhatsApp/WA: 0856 4341 6332

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Berlangganan Artikel

Berlangganan untuk mendapatkan artikel terbaru industri farmasi

Stay Connected

51FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
-

Artikel terkini